Monday 4 April 2011

STRATEGI DIGITAL UNTUK MENINGKATAN PEMANFAATAN E-JOURNAL


STRATEGI DIGITAL UNTUK MENINGKATAN PEMANFAATAN E-JOURNAL
Perspektif Pustakawan dan Perpustakaan
Naskah partisipasi
Pendahuluan
            Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian informasi dan rekreasi para pemustaka. Definisi perpustakaan tersebut tentunya memiliki korelasi dan perubahan paradigma dengan kondisi masyarakat sekarang yang lebih menggantungkan pada aspek keabsahan dan kemutakhiran nilai informasi sebagai tulang punggung dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak mengherankan apabila kondisi masyarakat sekarang ini telah terbiasa dengan jargon “the age of networked intellegence” yang lebih menitikberatkan pada nilai informasi global yang merupakan komoditi publik yang dipengaruhi oleh sinergi antara perangkat teknologi informasi dan sumber-sumber informasi global. Masyarakat telah jamak mengenal istilah browsing, chatting, mailist, social networking yang kesemuanya telah menjelma menjadi media standar yang harus ada untuk mendapatkan informasi. Abad informasi dengan metode one klik menjadi keseharian masyarakat dimanapun dan kapanpun. Tidak dapat dipungkiri bahwa nilai informasi semakin berkembang sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Informasi tidak saja tergolong dalam kondisi bebas dalam mengaksesnya, tetapi terdapat pula informasi yang memerlukan biaya dan keahlian khusus dalam mendapatkan atau mengaksesnya.
            Nilai informasi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang berfungsi sebagai keterangan yang bisa dijadikan alat menambah pengetahuan semata, akan tetapi lebih dari itu. Semua informasi mempunyai potensi berarti bagi masyarakat, tetapi bagi perpustakaan yang mempunyai kewajiban menyajikan informasi terkadang mengalami kesulitan menseleksi jenis informasi apa yang berguna bagi kepentingan pengguna secara umum. Perpustakaan mempunyai wewenang untuk mengolah informasi dalam bentuk apapun. Perpustakaan seharusnya menjadi institusi pertama memberikan layanan hasil olahan “produk informasi” yang sebenarnya merupakan peluang bagi perpustakaan untuk menjadi pusat sumber informasi utama dalam tatanan masyarakat.
            Untuk menghasilkan informasi yang berdaya guna maka diperlukan seleksi informasi dari sumber-sumber informasi global yang ada. Seperti halnya dengan pemanfaatan e-journal yang dilayankan oleh perpustakaan kepada pemustaka. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini telah terjadi euforia di kalangan perpustakaan perguruan tinggi. Pemicu dari situasi tersebut adalah berkaitan dengan maraknya pengembangan konsep perpustakaan berbasis digital. Istilah perpustakaan digital, digitalisasi, layanan digital berbasis online, seperti layanan virtual, layanan online dan lainnya sering menjadi bahan perdebatan di antara pustakawan khususnya pustakawan perguruan tinggi. Permasalahan tersebut sering menjadi tema sentral di berbagai seminar ataupun diskusi ilmiah di kalangan pustakawan, bahkan di beberapa milis pustakawan. Beberapa ahli di bidang perpustakaan membahas dan menuangkan ide-ide tentang perpustakaan berbasis digital. Ada dinamika perubahan di dalamnya, ada kehidupan lain yang berbeda dari citra perpustakaan selama ini. Berbagai aspek pembahasan bergulir dengan cepatnya dan salah satu yang berkembang dan menjadi bahan diskusi adalah tersedianya koleksi dalam bentuk online seperti e-journal. Jika dibandingkan dengan jenis perpustakaan yang lain, perpustakaan perguruan tinggi yang paling sensitif dalam mengakomodasi proses penyediaan e-journal. Sudut pandang yang digagas adalah dari kebutuhan informasi pengguna yang biasa disebut dengan pemustaka. Pemustaka perpustakaan perguruan tinggi dapat dikategorikan sebagai pengguna potensial online journal. Mereka adalah civitas akademika dan para peneliti di perguruan tinggi yang bersangkutan. Selain itu, dari segi kebutuhannya pun lebih jelas yaitu informasi terkini (current information) dalam bentuk hasil-hasil penelitian atau pendapat para ahli di bidangnya. Semuanya lebih banyak tersedia di jurnal-jurnal ilmiah. Cakupan online journal berisi berbagai subjek dalam bentuk artikel hasil penelitian dan juga pandangan para ahli. Banyak diantaranya dituliskan kembali di jurnal ilmiah yang kemudian artikelnya dialihmediakan menjadi artikel digital.
            Sudut pandang yang melandasi layanan e-journal bagi perpustakaan perguruan tinggi adalah kebutuhan pemustaka yang memiliki sifat dan karakter berbeda dalam hal mendapatkan layanan informasi yang terkini, cepat dan tepat, oleh karena itu perpustakaan sudah seharusnya melaksanakan tindakan strategi digital untuk meningkatkan mutu dan layanan pemanfaatan e-journal. Bentuk strategi digital tersebut berupa konsep strategi pemasaran produk secara umum yang memiliki kaitan dengan pengembangan layanan e-journal di perpustakaan perguruan tinggi.

e-journal
            Lasa HS (2009) mendefinisikan jurnal atau journal adalah catatan peristiwa dari hari kehari. Penggunaan kata jurnal untuk berbagai bidang juga memberi arti yang bervariasi, misalnya jurnal dalam bidang ekonomi menunjukan sistem pembukuan rangkap. Jurnal dalam bidang pelayaran diartikan sebagai logbook berarti buku untuk mencatat semua kejadian selama pelayaran. Jurnal sebenarnya merupakan publikasi ilmiah yang memuat informasi tentang hasil kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi minimal harus mencakup kumpulan atau kumulasi pengetahuan baru, pengamatan empiris dan pengembangan gagasan atau usulan. Dengan demikian jurnal merupakan representasi dari pengetahuan baru tentang perkembangan ilmu pengetahuan yang dilaksanakan secara empriris dan biasanya merupakan gagasan yang terbaru. Sedangkan untuk mendefinisikan lebih lanjut tentang jurnal elektronik atau e-journal adalah jurnal yang segala aspek (penyiapan, review, penerbitan, dan penyebaran) dilakukan secara elektronik. Latar belakang yang memunculkan jurnal elektronik adalah mahalnya percetakan jurnal, kemajuan teknologi komputer dan meluasnya teknologi jaringan world wide web (www). Perbedaan media pelayanan yang menggarisbawahi jenis layanan antara jurnal dari bahan tercetak dan e-journal (elektronik jurnal) adalah dalam bentuk media penyimpanannya saja yakni elektronik.
            Sedangkan Reitz (2007) dalam Siswadi menggunakan istilah jurnal elektronik (electronic journals) untuk online journal. Mendefinisikan bahwa  jurnal elektronik sebagai versi digital dari jurnal tercetak, atau jurnal seperti dalam bentuk publikasi elektronik tanpa versi tercetaknya, tersedia melalui email, web atau akses internet. Baik online journals maupun jurnal tercetak merupakan jurnal dalam cakupan terbitan berseri. Perbedaannya terletak pada media aksesnya dimana jurnal tercetak dalam bentuk tercetak berbahan baku kertas dan dibaca langsung, sedangkan online journal berupa jurnal dalam bentuk digital dan untuk membacanya diperlukan akses internet terlebih dahulu. Keduanya memiliki sumber informasi yang sama yaitu jurnal.
            Media online dalam hal ini internet memiliki peran yang utama dalam penyebaran dan pemanfaatan jurnal, oleh karena itu perbedaan terminologi jurnal itu sendiri apakah online journal, jurnal elektronik maupun e-journal pada prinsipnnya adalah sama yaitu jurnal untuk media cetak menggunakan kertas, yang intinya adalah sebagai suatu hasil pengetahuan yang dilakukan secara empiris tentang gagasan-gagasan terbaru untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berguna bagi masyarakat pada umumnya.
            Jurnal sendiri memiliki fungsi penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perpustakaan sebagai lembaga yang mempunyai fungsi informasi dan penelitian, secara langsung menjadi matarantai proses perkembangan ilmu tersebut. Seorang ilmuwan akan menyebarkan informasi atau ilmu yang dimilikinya kepada orang lain dengan artikel yang ditulis oleh ilmuwan tersebut. Proses penyebaran ilmu melaui artikel jurnal merupakan salah satu mata rantai perkembangan ilmu. Jurnal sebagai media dimana artikel ditulis memberikan peranan yang besar. Sebagai sumber informasi mutakhir maka jurnal dalam media cetak dan media elektronik merupakan salah satu unsur terpenting dalam upaya menyebarkan ilmu pengetahuan terkini kepada pengguna perpustakaan, ditambah dengan kemampuan jurnal itu sendiri berkolaborasi dengan perangkat teknologi informasi dan jaringan maka akan menambah nilai mutu informasi yang berguna bagi masyarakat pada umumnya. Jurnal kemudian bermetamorfosa dalam media elektronik dan jaringan global, secara terminologi masyarakat menyebutnya dengan e-journal.
            Dalam segi layanan informasi e-journal kepada pemustaka setidaknya apabila perpustakaan melayankan e-journal maka akan memudahkan proses layanan tersebut diantaranya, lebih murah biaya pencetakannya, karena tidak lagi menggunakan media kertas tercetak, hemat tempat bagi pustakawan, dalam waktu yang sama dapat dimanfaatkan oleh banyak orang, lebih cepat tersajikan kepada pemustaka, tidak perlu memproses seperti jurnal cetak, cepat penerbitannya. Namum demikian apabila perpustakaan melayani pemustaka dengan layanan e-journal, maka perpustakaan terlebih dahulu memperisiapkan komponen-komponen pendukung untuk melayankannya Perpustakaan tentu saja perlu menyediakan fasilitas-fasilitas yang berorientasi cyber, seperti hot spot area dengan segala perkakas pendukungnya (tempat khusus akses, listrik, meja kursi, workstation). Layanan perlu dikembangkan untuk memudahkan para pengguna, misalnya perpustakaan menyiapkan petugas untuk membantu users taraf pemula, menambah jam layanan (khusus ruang askes) atau bila mungkin layanan 24 jam nonstop, menciptakan suasana senyaman mungkin, menyediakan ruang khusus untuk minum atau relaksasi sejenak. Sosialisasi layanan jurnal pun harus menjadi perhatian bagi pustakawan untuk memberikan layanan yang baik dan bermutu, sekedar mengenalkan username dan password kepada pemustaka bisa menimbulkan empaty berharga antara pemustaka dan pustakawan.
            Pemanfaatan e-journal pada dasarnya merupakan layanan cyber dengan beragam informasi yang bersumber dari jaringan global, tentunya peran dari pustakawan sebagai penyaji informasi memerlukan keahlian khusus bagaimana agar layanan tersebut berguna dan diminati oleh pemustaka. Pustakawan seharusnya memiliki strategi pemasaran digital untuk meningkatkan layananan dan pemanfaatan e-journal yang apabila berhasil melaksanakan strategi tersebut akan menciptakan ekosistem intelektualitas antara berbagai sumber-sumber informasi, pemustaka dan pustakawan.


Strategi digital
            Strategi digital pada dasarnya merupakan strategi pemasaran yang termasuk dalam rumpun ilmu ekonomi. Pemasaran sendiri memiliki peranan yang penting dalam berbagai macam kegiatan, tidak terkecuali pada bidang usaha saja, perpustakaan pun wajib menerapkan konsep pemasaran untuk meningkatkan mutu layanan dan pemanfaatan layanan perpustakaan. Pengertian pemasaran tidak dapat dilihat hanya sebatas sebagai suatu kegiatan sederhana yaitu pemasaran masal yang menekankan pada kegiatan penjualan, sistem distribusi melalui jaringan penjualan yang sangat luas. Namun pemasaran harus dilihat sebagai suatu penerapan ilmu manajemen, yang mencakup proses pengambilan keputusan yang didasarkan atas asas konsep pemasaran dan proses manajemen yang mencakup analisis, perencanaan, pelaksanaan kebijakan, strategi, dan pengendalian. Dengan kata lain manajemen pemasaran merupakan strategi pemasaran terpadu (marketing mix strategi) yang sangat penting dalam pengelolaan suatu institusi yang berorientasi pada konsumen.
            Assauri (2004) mendefinisikan strategi pemasaran adalah rencana yang menyeluruh, terpadu dan menyatu di bidang pemasaran yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan untuk dapat mencapai tujuan pemasaran suatu perusahaan. Dengan kata lain strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha permasaran perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah.
            Penentuan strategi pemasaran harus didasarkan atas analisis lingkungan dan internal perusahaan melalui analisis keunggulan dan kelemahan perusahaan serta analisis kesempatan dan ancaman yang dihadapi perusahaan dari lingkungannya. Disamping itu strategi pemasaran yang telah ditetapkan dan dijalankan harus dinilai kembali apakah masih sesuai dengan kondisi saat ini. Penilaian atau evaluasi ini menggunakan analisis keunggulan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar untuk menyusun dan menentukan strategi yang akan dijalankan pada masa yang akan datang.
            Sedangkan Hudspeth (2010) memandang pemasaran dari kacamata pemanfaatan media teknologi digital yang merubah konsep pemasaran konvensional menjadi konsep pemasaran digital yang lebih familier dengan perkembangan pola pikir masyakarat sekarang. Secara historis perkembangan media sebagai sarana pemasaran merupakan bagian terintegrasi dari proses pemasaran produk dengan media tradisional yang kemudian berubah dengan adanya penggunaan teknologi digital berupa internet. Media digital dalam hal ini internet menjadi penentu komunikasi pemasaran suatu produk. Dengan adanya alasan historis media digital yang menjadi tulang punggung dalam proses pemasaran tersebut, maka memunculkan tindakan strategi digital untuk dapat mengikat dan memasarkan kepada pelangan, stakeholder, media, dan siapapun untuk menjadi target pemasaran yang sudah disiapkan. Dengan kata lain stratagi digital diperlukan untuk mempengaruhi pola pikir pengguna untuk mau melaksanakan tindakan seperti yang diinginkan, dengan memanfaatkan media digital seperti internet, komputer dan teknologi komunikasi.
            Tindakan strategi digital bagi perpustakaan untuk memanfaatkan e-journal menjadi keharusan yang tidak dapat ditinggalkan. Perpustakaan dapat melaksanakan tindakan strategi digital dengan mengambil langkah-langkah diantaranya:
1.      menganalisa strategi pemasaran dengan berdasarkan pada analisis lingkungan yang meliputi keadaan pengguna, perkembangan teknologi, keadaan ekonomi, kebijakan pemerintah, keadaan sosial dan politik. Bagi perpustakaan perguruan tinggi faktor pengguna potensial dari layanan e-journal adalah civitas akademika yang mengedepankan informasi terkini, maka dengan menganalisa bentuk strategi pemasaran tersebut perpustakaan dapat menentukan sasaran dan tindakan untuk meningkatkan dan memberikan layanan yang diharapkan oleh pengguna. Sosialisasi pemanfaatan layanan dan mengananalisa perilaku pencari informasi dapat menjadi acuan dalam melaksanakan strategi pemasaran untuk pelayanan e-journal. Perkembangan teknologi tidak mungkin diabaikan dalam strategi pamasaran digital, perpustakaan harus menggunakan perangkat teknologi ini untuk memberikan layanan yang maksimal, contoh sederhana pemanfaatan teknologi ini dapat menggunakan sarana media sosial (facebook, twitter, plurk), e-mail, sms gateway yang memungkinkan kemudahan akses dalam pelayanan kepada pengguna perpustakaan. Faktor perkembangan teknologi berkorelasi dengan keadaan ekonomi pengguna sebagai target dari pemasaran. Keadaan ekonomi yang ini berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan dan ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendapatkan akses informasi dari manapun dan kapanpun. Sedangkan kebijakan pemerintah menjadi payung kebijakan layanan informasi dan strategi pemasaran untuk menyebarkan informasi yang berguna bagi pengguna. Kebijakan tersebut berpengaruh kepada keadaan sosial dan politik masyarakat yang menggantungkan pada nilai dan keabsahan akan informasi.
2.      menganalisa strategi pamasaran dengan memperhatikan faktor internal perpustakaan, dengan menganalisa faktor-faktor seperti faktor keuangan atau pembelanjaan, pemasaran, produksi organisasi perpustakaan dan sumber daya manuasia. Faktor internal perpustakaan harus menjadi acuan untuk melaksanakan kegiatan strategi pemasaran layanan kepada pemustaka. Faktor keuangan dan anggaran harus diperhatikan karena dilatarbelakangi oleh nilai jual e-journal yang sangat mahal dan kadang malah menimbulkan masalah baru dalam pengadaan e-journal. Memang dapat dipahami dengan perpustakaan berinvestasi layanan e-journal yang begitu mahal, maka perpustakaan pun harus dituntut untuk meningkatkan pemanfaatan nilai informasi yang terkandung dari e-journal tersebut. Perpustakaan harus siap untuk memberikan layanan yang prima dengan tetap berprinsip bahwa informasi harus dimanfaatkan oleh pengguna meskipun memerlukan biaya yang sangat mahal. Perpustakaan dapat menerapkan prinsip ekonomi dengan kaidah permintaan dan penawaran informasi sebagai produk untuk menutupi anggaran yang begitu besar dalam pengadaan e-journal. Tindakan seperti ini tentunya dapat dilaksanakan dengan adanya permintaan dan investasi informasi yang seimbang antara perpustakaan, pemustaka dan biaya anggaran. Faktor pemasaran, produksi organisasi perpustakaan dan sumber daya manusia dalam strategi pemasaran dapat dijadikan blue print perpustakaan dalam proses pelayanan dan pemanfaatan e-journal kepada pemustaka. Pemasaran dan produksi informasi bagi perpustakaan memang merupakan kondisi yang baru ditengah kondisi masyarakat yang sadar akan nilai informasi, tetapi bagi perpustakaan yang menganut “misi sosial” layanan agaknya masih dalam perdebatan. Namum demikian bagi perpustakaan sekarang ini sudah seharusnya bertransformasi menjadi lembaga penyaji informasi (information privider) dengan cara menyajikan informasi yang betul-betul diharapkan oleh pemustaka melalui hasil olahan dari “produk informasi” perpustakaan. Penyajian informasi dengan menggabungkan promosi dan sosialisasi layanan informasi pun menjadi keharusan untuk membuka wacana baru bagi pemustaka, dan sebagai komponen layanan yang melaksanakan kegaitan tersebut adalah pustakawan sebagai sumber daya manusia perpustakaan yang menyajikan informasi. Pustakawan sebagai seorang penyaji informasi harus sadar dan mau merubah paradigma bahwa pemustaka memerlukan informasi yang betul-betul diharapkan dan menjadi tulang punggung dalam aspek kehidupan. Pustakawan harus meningkatkan kertampilan, kemampuan, keahlian komunikasi dengan media digital untuk melayani pemustaka.
            Strategi digital pada dasarnya adalah kegitan strategi pamasaran dalam lingkup pengambilan keputusan, analisa kebutuhan pengguna, kebijakan layanan yang dilaksanakan secara terpadu dengan menggunakan perangkat teknologi digital. Bagi perpustakaan yang melaksanakan layanan digital online seperti pemanfatan e-journal langkah strategi digital sangat diperlukan untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhan antara pemustaka dan pustakawan sebagai pihak yang saling menggantungkan satu sama lain. Pustakawan sebagai penyaji informasi harus melaksanakan kegiatan strategi digital untuk mengetahui perilaku pemustaka akan layanan informasi dari layanan e-journal.

Penutup
            Akad perpustakaan kepada pemustaka dan kepada masyarakat secara umum adalah sebagai sumber informasi dan sebagai penyaji informasi. Salah satunya adalah perpustakaan memberikan layanan informasi cyber berupa e-journal. Pemustaka sebagai konsumen informasi bagi perpustakaan tentunya menyambut gembira berbagai jenis layanan terkini yang memang sangat dibutuhkan sebagai referensi dan untuk memenuhi kebutuhan informasi secara umum. Perpustakaan perguruan tinggi sebagai salah satu jenis perpustakaan yang berkembang di kalangan masyakarat harus meningkatkan mutu layanan dengan cara melayankan dan meningkatkan pemanfatan e-journal sebagai salah satu sumber informasi yang sangat diperlukan oleh civitas akademika. Masyarakat yang mengakses informasi dikalangan perguruan tinggi begitu tanggap dan haus akan informasi ilmiah terkini yang diperlukan untuk referensi ilmiah, penelitian, pendidikan dan pengabdian masyakarat.
            Pustakawan sebagai penyaji informasi sudah seharusnya menganalisa kebutuhan pengguna yang begitu familier dengan informasi cyber, contoh sederhana layanan e-journal harus menjadi pembelajaran akan nilai informasi yang begitu diutamakan bagi masyakarat dengan adanya berbagai media cyber yang memiliki banyak keunggulan. Strategi digital harus menjadi tulang punggung pustakawan dan perpustakaan untuk melayankan informasi kepada pemustaka. Kondisi masyarakat sekarang telah bertransformasi menjadi masyarakat informasi dengan kaidah informasi sebagai landasan utama dalam aspek kehidupan. Kalau perpustakaan tidak berusaha mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan informasi, mungkinkah perpustakaan disebut sebagai pusat sumber infomasi?.




Daftar Pustaka

Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Pemasaran; Dasar, konsep dan strategi. Jakarta: PT                   RajaGrafindo Persada.

Hudspeth, Neil .2010. Digital Strategy Menghasilkan Multiple ROI.
              Majalah SWA Sembada no 26./xxvi/9-19 Desember.

Lasa HS. 2009. Kamus Kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

                    Nurochman, Arif. 2007. Ekonomi Informasi: Refleksi untuk Sumber-sumber Informasi dan              Perpustakaan. Media Informasi. Vol.XVI. No. 2.

                    Supriyanto, Wahyu dan Ahmad Muhsin. 2008. Teknologi Informasi Perpustakaan; Strategi            Perencanan Perpustakaan Digital. Yogyakarta: Kanisius

Siswadi, Irman. 2008. Ketersediaan Online Journal di Perpustakaan Perguruan Tinggi. Visi  Pustaka. Vol.10 No.2 Agustus.


























Meramahkan Perpustakaan Cyber dengan Opensource


            Apa yang ada dipikiran kita ketika mendengar adanya kalimat cyber, barangkali yang terbayang dalam pikiran kita adalah kondisi dimana alam bawah sadar kita mengarah kepada keadaan atau situasi yang semua unsur kegiatannya dilaksanakan dengan bantuan mesin ataupun penggunaan teknologi informasi global yakni internet. Cyber dalam arti yang lain dapat diartikan sebagai dunia maya yang menggantungkan seluruh kegiatan pada ada tidaknya perangkat teknologi informasi dan komunikasi global berupa internet. Lantas apa pula perpustakaan cyber yang tentunya apabila kita artikan akan merubah persepsi kita selama ini bahwa perpustakaan adalah tempat bertumpuknya koleksi dijajaran rak yang tertata rapi dengan sistem pengorganisasian informasi tertentu yang kemudian dilayankan kepada pemustaka. Perpustakaan cyber merupakan perpustakaan yang menggunakan perangkat teknologi informasi internet dalam setiap kegiatan pengelolaan dan pelayanan informasi kepada pemustaka. Dengan demikian, apabila perangkat teknologi informasi yang menjadi tulang punggungnya, lantas bagaimana dengan informasi yang dilayankan yang berubah bukan lagi tercetak melainkan database yang terpadu dan bernaung dalam sistem manajemen informasi perpustakaan? Apabila perpustakaan telah berorientasi cyber bagaimana pula koleksi cetak perpustakaan sebelumnya yang berupa buku, majalah, jurnal, karya penelitian dosen yang selama ini sebagai koleksi utama perpustakaan? Apakah koleksi tercetak tersebut dengan serta merta akan dihilangkan? Tentu jawabannya adalah tidak demikian.
                Bahwa perpustakaan cyber akan menjadi tujuan pelayanan perpustakaan kepada pemustaka dengan berbagai kemudahaan akses informasi dengan adanya sinergi antara perpustakaan dan internet, namun koleksi tercetak akan selalu dilayankan kepada pemustaka, tidak akan dihilangkan. Tentunya perpustakaan membuat layanan cyber hanya sebatas pada wakil document dari data bibliografi koleksinya, apabila menginginkan layanan yang berorientasi cyber maka perpustakaan harus melakukan pengadaan koleksi berupa e-book ataupun e-journal yang sumber informasinya adalah fullteks yakni konten isinya pun dapat kita dapatkan tidak sebatas pada wakil dokumennya. Perpustakaan cyber pun dapat saling pertukar informasi kepada perpustakaan lainnya melalui format hiperlink untuk saling meng- update isi informasi yang lebih aktual.
                Untuk membanggun perpustakaan cyber tahap pertama adalah tersedianya sistem manajemen informasi perpustakaan atau lazim disebut sebagai sistem otomasi perpustakaan yang tentunya sistem otomasi tersebut dipersiapkan untuk mengelola dan mengorganisasikan dokumen-dokumen digital. Sistem otomasi ini berupa software otomasi perpustakaan. Software perpustakaan ini biasanya didapatkan oleh perpustakaan dengan cara membeli atau membuat sendiri dengan bantuan pengembang software sesuai dengan kebutuhan perpustakaan. Namun cara-cara seperti ini apabila tidak dikaji secara mendalam oleh perpustakaan akan menimbulkan masalah pada saat implementasi software untuk segera dilayankan.
                Cara bijak untuk mendapatkan software otomasi perpustakaan yang berorientasi pelayanan cyber adalah menggunakan software opensource, yang didapatkan secara cuma-Cuma atau gratis. Perpustakaan tinggal mengunduh dari internet dan langsung dapat mengimplementasikan untuk perpustakaan. Contoh software ini adalah senayan library automation system (SLIMS). Perpustakaan tidak perlu takut dimejahijaukan apabila menggunakan software SLIMS ini, meskipun sudah memodifikasi mengurangi atau menambah program pun tidak melanggar hukum karena sifat dari program ini yang bersifat lisensi untuk umum atau general public lisence (GPL). Sedangkan apabila terjadi ketidakpahaman operasional program, tersedia komunitas online yang siap membantu apapun masalahnya dan kapanpun pembahasannya. Dukungan komunitas sudah tersebar dari jakarta, bandung, semarang, surabaya, jogjakarta dan kota-kota besar lainnya. SLIMS menyertakan juga manual program instalasi dan manual aplikasi program yang dibuat secara aplikatif tahap demi tahap. Untuk mendapatkan software silahkan diunduh dialamat web site http://senayan.diknas.go.id/web2/., (sekarang di alamat url http://slims.web.id/web/)
                Keunggulan SLIMS yang lain adalah dikembangkan oleh pengembang program yang berkecimpung secara langsung diperpustakaan yakni di perpustakaan bagian humas dinas pendidikan nasiohnal jakarta, sehingga secara tidak langsung software sudah disesuaikan dengan kebutuhan antara pustakawan dan pemustaka.
                Perpustakaan cyber sudah selayaknya diaplikasikan oleh perpustakaan untuk memberikan layanan terbaik kepada pemustaka perpustakaan. Ketakutan perpustakaan untuk berubah melaksanakan perpustakaan berbasis teknologi yang selalu berati mahal untuk membeli software agaknya tidak menjadi kendala untuk melaksanakannya. Perpustakaan dapat menggunakan software opensource yang bersifat gratis dan tidak melanggar hak cipta. Tentunya kalau perpustakaan tidak mau merubah paradigma layanan tradisional ke layanan cyber, perpustakaan patut dipertanyakan kapabilitas dan kompetensinya. Apakah informasi diperpustakaan hanya untuk petugas atau untuk pemustaka dan penggunanya?

Tuesday 1 March 2011

Cara Mudah Membangun e-Library


Cara mudah membangun e-Library
 
            Munculnya istilah e-Library merupakan kolaborasi terkini antara perpustakaan dengan teknologi informasi. Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian informasi dan rekreasi para pemustaka, sedangkan e-Library merupakan kesatuan manajemen database perpustakaan yang dikelola sedemikian rupa dengan sarana penerapan teknologi informasi. Dengan demikian e-Library merupakan regenerasi perpustakaan konvensional yang melayankan koleksi tercetak menjadi perpustakaan modern dengan melayankan, menyimpan, menghasilkan, mengolah dan menyebarkan informasi dalam media elektronik. e-Library atau perpustakaan elektronik juga merupakan penyimpan nilai informasi dari dokumen, audiovisual, dan materi grafis yang tersimpan dalam berbagai jenis media cetak yang berkisar dari buku cetak, majalah, laporan dan poster hingga ke mikrofis, slid, film, video, compact disc, audio tapes, optical disc, pita magnetis, disket atau floppy disc, serta media lain yang tengah dikembangkan.
             e-Library juga merupakan bagian dari jaringan kerja (network), dimana secara teoritis pemakai dapat memperoleh salinan elektronik sebuah dokumen darimanapun, asal tidak ada kendala keamanan, politik, ekonomi dan sosial. e-Library mulai berkembang pesat sejak tahun 1990 diiringi dengan kemajuan teknologi jaringan komputer internet yang memungkinkan pengaksesan informasi dari satu tempat ke tempat lain yang sangat jauh dalam waktu singkat.
            Beberapa perpustakaan baik perpustakaan sekolah, perpustakaan umum, perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan nasional berlomba menerapkan e-Library untuk memanjakaan pengguna dengan kemudahan akses yang dilayankan, seiring dengan tuntutan dari masyarakat itu sendiri yang sudah biasa dengan perangkat teknologi.        Bentuk nyata penerapan teknologi informasi diperpustakaan adalah mengkomputerkan sistem temu kembali informasi dengan sistem jasa layanan yang terintegrasi. Hanya saja mengingat teknologi informasi tidak hanya terbatas pada perangkat keras hardware dan perangkat lunak software, tetapi juga mengikutsertakan manusia serta tujuan yang ditentukan. Penggunaan teknologi informasi terutama e-Library sebagai pilihan dalam mengembangkan perpustakaan perlu memperhatikan beberapa aspek diantaranya aturan dan kemampuan perpustakaan. Penerapan e-Library secara menyeluruh untuk pengguna dalam konteks perpustakaan tidak hanya data bibliografi dan layanannya, tetapi menyangkut semua aspek kandungan informasi yang terdapat didalamnya yakni isinya (full text).

Software e-Library
            Internet merupakan referensi mutakhir bagi e-Library sekaligus sebagai mitra untuk menyebarkan layanan perpustakaan elektronik kapanpun dan dimanapun tanpa terbatas pada ruang dan waktu. Untuk menerapkan e-Library setidaknya pengelola perpustakaan harus mempersiapkan perangkat sofware yang dikhususkan untuk mengelola koleksi elektronik. Memang banyak cara bagaimana perpustakaan mendapatkan software perpustakaan elektronik yang baik dan bermutu. Diantaranya adalah membeli software dari pengembang program dengan modul-modul pengeloaan perpustakaan elektronik yang diinginkan, membuat sendiri software perpustakaan elektronik, tentunya bagi pustakawan yang paham akan rekayasa pengembangan program, mengunduh dari internet dengan memanfatkan program opensource yang memiliki banyak pilihan dengan dukungan komunitas pengguna. Apabila ingin memodifikasi software e-Library opensource, perpustakaan tidak perlu membayar royalty kepada pembuat program, dan memodifikasi sesuai kebutuhan perpustakaan pun tidak  melanggar hak cipta karena software tersebut bersifat bebas dan gratis.
            Salah satu software e-Library yang bersifat opensource adalah senayan library information system (SLIM) yang dikembangkan oleh Pusat Informasi dan Humas Depdiknas RI. Software dapat diunduh secara cuma-Cuma di alamat situs http://senayan.diknas.go.id/web2/, (sekarang di alamat url http://slims.web.id/web/) Kelebihan dari software ini adalah dengan menggunakan teknologi web server dan penggunaan database yang fleksibel dengan tampilan grafis sekali klik. Software tersedia dalam dua tipe yakni portable senayan (psenayan) yang dikhususkan untuk pengguna operating system windows dan senayan source untuk pengguna yang memahami penggunaan web server dan manajemen database yang lebih kompleks. Software senayan menyertakan pula panduan instalasi yang terkemas dalam senayan handbook sebagai pedoman penggunan aplikasi software senayan dari proses input data koleksi, layanan peminjaman dan pengembalian, statistik pelaporan, penyiangan koleksi, penelusuran katalog komputer, backup data, pembuatan barcode dan pembuatan kartu anggota. Program aplikasi senayan sangat tepat untuk perpustakaan berskala kecil sampai perpustakaan berskala besar karena dibuat oleh pengembang software yang telah lama berkecimpung dalam dunia perpustakaan.
Kenyamanan pengguna
            Sebagai pusat informasi publik sudah sepantasnya perpustakaan memberikan terobosan layanan informasi terbaik untuk pengguna. Salah satunya adalah dengan mengalihkan layanan konvensional perpustakaan menjadi layanan dengan penggunaan teknologi informasi dan internet melalui e-Library. Perpustakaan dapat memanfaatkan e-Library opensource untuk memanjakan pengguna tanpa harus berinvestasi terlalu besar untuk membeli software dan membeli hak cipta. Dengan e-Library peran dari perpustakaan sebagai bagian dari sarana belajar seumur hidup masyarakat akan lebih bermakna. Apabila sudah demikian maka perpustakaan akan selalu dirindukan oleh pengguna dan masyarakat luas.

Wednesday 9 February 2011

Perpustakaan Untuk Semua



Ketika kita bertanya kepada seratus orang tentang apa itu perpustakaan, maka seratus pula jawaban dari masing-masing orang tersebut dan kesemuanya pun mendefinisikan dengan tepat dan benar. mengapa demikian?. Perpustakaan memang sudah berkembang sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat itu sendiri. Dari sisi praktisi ekonomi misalnya mereka memandang bahwa perpustakaan merupakan sebuah institusi yang menyediakan jasa layanan  informasi kepada masyarakat yang membutuhkan, kalau sudah demikian maka kegiatan layanan jasa di perpustakaan pun dapat menggunakan kaidah-kaidah ilmu ekonomi yaitu adanya penawaran dan permintaan akan informasi. Akses informasi kemudian dapat dijadikan komiditi yang dapat menunjang aktivitas masyarakat.  Jika sudah demikian maka sah-sah saja apabila kemudian perpustakaan dapat bermetamorfosa menjadi organisasi bersifat profit oriented. Dari sudut pandang social budaya, memandang bahwa perpustakaan merupakan sarana interpretasi dari gaya hidup social masyarakat dan aspek sendi kehidupan masyarakat. Perpustakaan merupakan pengejawantahan bagaimana tingkat social budaya masyarakat pada saat ini telah maju atau tidak. Tentunya tingkat kemajuan masyarakat dapat dilihat dari bagaimana kondisi masyarakat tersebut telah dapat melaksanakan kegitan baca tulis ataupun tidak, bagaimana dengan tingkat melek informasi masyarakat tersebut, bagaimana dengan tingkat ketersediaan sumber-sumber informasi yang menunjang aktivitas masyarakat. Secara umum gambaran tersebut yang terjadi dalam kaidah social budaya masyarakat tentang apa itu perpustakaan. 
Bagi dunia pendidikan perpustakaan merupakan sarana terpenting dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan. Perpustakaan sebagai sarana belajar mandiri dengan berbagai sumber informasi yang telah disediakan. Keadaan ini sebenarnya berjalan selaras dengan tuntutan akan proses pendidikan yang lebih menekankan pada aspek kreatifitas peserta didik dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang bersifat satu arah, artinya hanya mengandalkan pada satu orang pendidik (guru/pengajar) yang aktif saja, sedangkan peserta didik hanya menerima (pasif). Keadaan sekarang tidak demikian, melainkan terjadi pardaigma baru dalam system pengajaran yang lebih menekankan pada aspek komunikasi dua arah, pengajar hanya bersifat mediator saja. Peserta didik memiliki hak otonom untuk mengembangkan dan mengasah kemampuan intelektualitasnya. Jika kondisinya demikian maka perpustakaan memiliki peran yang sangat strategis dalam proses pendidikan dan pengajaran dengan catatan bahwa kondisi perpustakaan mendukung semua proses kegiatan belajar mengajar.
Lain halnya dengan pandangan akan arti perpustakaan dari sudut pandang politik. Perpustakaan merupakan sarana ajang mobilisasi masa untuk bagaiamana partai politik dapat memenangkan proses pemilihan umum. dengan perpustakaan maka diharapkan partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan umum berpastisipasi 100%, masyarakat menjadi sadar akan arti peting dari pemilu.
Sedangkan dari sudut pandang ilmu perpustakaan sendiri pun telah mengalami pergeseran paradigma yang tidak lagi menganggap bahwa  perpustakaan adalah sebuah tempat yang didalamya tersusun berbagai macam buku, berdebu tidak nyaman serta penuh dengan kesunyian. Perpustakaan merupakan serangkaian organisasi terpadu yang memiliki keterkaitan satu sama lain, diantarannya layanan sirkulasi, layanan referensi, pengolahan, penyebaran informasi dan manajemen pengelolaan informasi. Perpustakan tidak lagi merupakan kumpulan buku semata yang disusun secara sistematis melainkan satu kesatuan organisasi informasi dengan berbagai karakteristik bidang layanan akan informasi. Kata kunci akan informasi dan perpustakaan menjadi bagian yang paling utama dalam organiasasi perpustakaan. Apabila berbicara tentang informasi maka kita pun berbicara tentang perpustakaan. Pusdokinfo bentuk serupa akan informasi dan perpustakaan, masyarakat telah memahami akan pentingnya perpustakaan. Pustakawan pun punya kewajiban menyajikan informasi yang tepat untuk masyarakat. Disaat masyarakat sudah terbiasa dengan gaya hidup digital, perpustakaan pun berlomba meningkatkan mutu layanan dengan mengaplikasikan layanan berbasis ICT. Tinggal kesediaan pustakawan saja membuka pemahaman baru bahwa perpustakaan selalu berkembang dinamis mengikuti pola perkembangan masyarakat.



Wednesday 20 October 2010

Konversi Data dan Migrasi Data CDS/ISIS ke Excel, Mysql dan Senayan (SLIMS)

Konversi data untuk organisasi perpustakaan adakalanya menimbulkan masalah bagi operator khususnya pustakawan yang tengah mempersiapkan untuk beralih progam otomasi atau hanya kegiatan keseharian biasa yang hanya menampilkan hasil cetakan berupa cetakan kertas atau berupa file yang sering digunakan untuk laporan administrasi perpustakaan. Sebut saja tipe file doc. atau xls maupun sql file. Seperti halnya kegiatan konversi data dari pangkalan data 1 dipindahkan ke pangkalan data yang lainnya, yang intinya adalah mengkonversi data bibliografi buku/pustaka ke pangkalan data yang lain.
Bagi sebagian pustakawan dan perpustakaan pastinya sangat paham dengan program CDS/ISIS dan program turunannya yang memang menjadi primadona bagi pustakawan dan perpustakaan dengan tampilan dos yang mencitrakan bentuk katalog untuk hasil penelusuran data bibliografisnya, namum untuk kegiatan konversi data dari ISIS ini diperlukan trik tersendiri untuk mendapatkan hasil konversi data yang maksimal dan kita kehendaki.
Sebagai contoh untuk konversi data ISIS ke Senayan misalnya terlebih dahulu kita sertakan program interface (program penghubung) dengan menggunakan program WINISIS. Langkah pertama adalah buat copyan data isis berupa file iso dengan menggunakan fasilitas export dan import data yang tersedia di program ISIS. Nantinya file iso tersebut dapat dilihat di folder work. Langkah kedua siapkan program Winisis dan konversikan data iso isis tersebut ke program winisis. Anggap saja database di winisis tersebut telah tersedia jadi tinggal ditimpa saja database tersebut dengan file iso tersebut, atau jika ingin membuat database baru tidak menjadi persoalan. Langkah ketiga membuat format tampilan untuk dikonversi di winisis dengan mengklik menu prints format, namai file nya dan oke. Langkah keempat adalah membuat format tampilan untuk data yang akan dikonversi, pilih HTML table with headers....
Langkah selanjutnya adalah buka kembali manual winisis dan pengeditan format tampilan dan pencetakan laporan.
Silahkan pembaca coba sendiri, yang jelas dengan adanya progam interface Winisis mempercepat konversi  data ISIS ke tipe data apapun. Penulis telah mempratekkan dan hasilnya sangat luar biasa. Cepat dan efisien
, sedangkan untuk konversi ke Senayan rubah saja tipe data ke csv file yang compatible dengan database mysql, gunakan fasilitas import database pada pangkalan data senayan....
Akhir kata its work......selamat mencoba




Monday 3 May 2010

HAPUS FACEBOOK DARI KOMPUTER MU...!

Teknologi diciptakan untuk memudahkan dan mempersingkat kita bekerja, hampir semua tulang punggung kehidupan tergantung pada perangkat teknologi ini, tetapi adakalanya kita yang seolah diperalat oleh teknologi tersebut.Mengapa ini terjadi?. Banyak versi untuk menjawabnya tidak hanya sekedar karena ini dan karena itu, tetapi untuk menjawabnya tergantung dari tingkat pemahaman budaya masyarakat kita akan perangkat teknologi tersebut. Ada yang senang, ataupun ada yang apriori terhadap teknologi ini. Sebut saja Facebook, ada yang dengan senang hati menggunakan aplikasi ini, ada pula yang antipati dengan facebook.
Kita harus sepakat bahwa teknologi harus digunakan secara bijaksana, hanya saja menyakinkan orang untuk berbuat bijaksana sangatlah sulit, jika tidak bisa saling menghargai apa bedanya, yang ada hanya pandangan sinis dan miring, tetapi jika mereka setuju atau setidaknya dapat menghargai teknologi itu akan digunakan untuk menunjang aktivitas dan malah menciptakan produktivitas. Ini yang jarang kita temukan dalam masyarakat kita.
Oleh karena itu maka hapus saja facebook mu dari komputermu !, jika anda setuju maka anda nilai tulisan ini dengan logika terbalik....silahkan anda nilai saja...anda mau diperalat oleh facebook atau anda yang memperalat facebook....?

Tuesday 20 April 2010

TEKNOLOGI INFORMASI PERPUSTAKAAN VS PERPUSTAKAAN TEKNOLOGI INFORMASI

TEKNOLOGI INFORMASI PERPUSTAKAAN
VS
PERPUSTAKAAN TEKNOLOGI INFORMASI
”Sebuah Kontemplasi Kualitas Layanan Perpustakaan
Menuju Perpustakaan Digital”



Pengantar
Ada sebuah pameo yang berkembang dikalangan masyarakat saat ini, yakni sebuah informasi merupakan sebuah komoditas yang sangat berharga. “information is powers” merupakan keadaan riil untuk menggambarkan betapa kehidupan masyarakat sangat tergantung dari keabsahan sebuah informasi. Bahkan informasi dapat digunakan untuk mencapai kekuasaan dan mempengaruhi pola perilaku masyarakat itu sendiri. Siapa yang menguasai informasi maka dipastikan ia memiliki keunggulan posisi dalam persaingan global (Setiarso, 1997:24). Masih lekat dalam ingatan betapa dengan kemampuan mengolah dan mengelola informasi pemilihan calon presiden Amerika menjadi ajang “perang informasi” antara kandidat yang saling ingin mengalahkan. Informasi menjadi lebih berharga dan berdaya guna karena terdapatnya network antara sumber informasi dan pengguna informasi tanpa adanya gangguan yang menghambat proses penyebaran infomasi tersebut. Hebatnya, informasi memiliki kemampuan berkolaborasi dengan media-media lain yang lebih familier terhadap masyarakat. Kolaborasi serasi ini adalah perangkat teknologi yang memungkinkan kecepatan dan keakuratan informasi menjadi tujuan utama, maka tidak mengherankan kemudian muncul istilah ICT (information & communication  technology). Diantara media ICT ini adalah internet, komputer bahkan handphone. Ibarat fenomena gunung es, penggunaan ICT dan internet merupakan hal yang wajib dilakukan pada kondisi masyarakat sekarang ini. Masyakakat telah jamak mengenal istilah-istilah browsing, chatting, surfing, e-mail, blog dan lain sebagainya. Bahkan apabila ada yang tidak mengenal istilah tersebut maka mereka disebut sebagai ”gaptek” alias gagap teknologi.
Istilah teknologi informasi sering dijumpai, baik dalam media grafik, seperti surat kabar dan majalah, maupun media elektronik, seperti radio dan televisi. Istilah tersebut merupakan gabungan dua istilah dasar yaitu teknologi dan informasi. Teknologi dapat diartikan sebagai pelaksanaan ilmu, sinonim dengan ilmu terapan. Sedangkan pengertian informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun, ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan, pada hakekatnya, informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kegiatan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan dari observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi. Secara simpel, definisi teknologi informasi dapat diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, serta menyebarkan informasi. Definisi tersebut menganggap bahwa teknologi informasi tergantung pada kombinasi komputasi dan teknologi telekomunikasi berbasis mikroelektronik (Ma’in: 2005). Revolusi informasi dengan kemampuan kolaborasi yang luar biasa dengan perangkat ICT tengah melanda lapisan masyarakat saat ini.
Revolusi informasi tersebut pun tengah melanda dunia perpustakaan. Mengapa demikian? Alasanya adalah perpustakaan merupakan salah satu dari sumber informasi yang telah memiliki kapabilitas dan kompetensi tentang arti dari informasi itu sendiri. Perpustakaan memiliki hak untuk mendapatkan, mengolah, memproses serta menyebarkan informasi yang terseleksi dan aktual kepada pengguna perpustakaan ataupun masyarakat luas. Jadi informasi yang dihasilkan oleh perpustakaan adalah informasi yang betul-betul berguna untuk masyarakat. Artinya informasi yang disajikan bukan semata-mata informasi yang biasa-biasa saja tetapi telah melalui tahapan pemrosesan oleh pustakawan yang memiliki kompetensi dalam menyajikan informasi tersebut.
Jika sudah demikian maka sah-sah saja apabila kemudian orientasi hasil dari pengolahan dan pengelolaan informasi tersebut adalah untuk kepentingan pengguna (user oriented). Pengguna adalah target utama dari perpustakaan. Ini dilakukan adalah untuk memberikan layanan yang lebih berkualitas dan lebih baik. Menjadi hal yang penting dilakukan karena kemudahan akses informasi tidak semata-mata dimonopoli oleh perpustakaan, tetapi kondisinya justru sebaliknya. Perpustakaan terkadang kurang memperhatikan pekembangan perilaku dari pencari informasi yang selalu menginginkan layanan yang fleksibel, mudah, cepat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Apabila perpustakaan tidak mengakomodasi revolusi ICT untuk kemudahan layanan perpustakaan yang dirasa cukup menyulitkan bagi sebagian masyarakat, maka dipastikan perpustakaan akan ditinggalkan dan sepi dari aktivitas kunjungan masyarakat.   Bisa dimaklumi apabila masyarakat yang telah terbiasa dengan layanan internet on line misalnya tentunya akan lebih cepat mendapatkan informasi dengan menggunakan mesin pencari (search engine) dari yahoo ataupun dari google daripada harus keperpustakaan. Tentu alasanya adalah kemudahan akses yang diberikan, dengan sekali “klik” jutaan informasi didapatkan, sementara kalau diperpustakaan jawabnya tunggu dulu. Problem seperti ini yang sejatinya sedang melanda layanan perpustakaan. Perpustakaan belum berupaya mengaplikasikan perangkat ICT untuk melakukan kegiatan dalam sistem kerumahtanggaan perpustakaan. Dalam perpustakaan, teknologi informasi biasanya dirtikan sebagai perpaduan antara:
  1. komputer, yang mencakup komponen perangkat keras dan perangkat lunak,
  2. komunikasi data yang memungkinkan komputer yang berdiri sendiri terintegrasi pada jaringan komputer baik lokal maupun internasional,
  3. media penyimpanan dan metode yang merepresentasikan data dengan tujuan untuk memperoleh, mengolah, menyimpan, serta menyampaikan informasi. (Hasugian, Joner, 2000).
Dengan adanya revolusi penggunaan perangkat teknologi informasi diperpustakaan memberi dampak pada perkembangan perpustakaan yang semakin dinamis menyesuaikan dengan tren teknologi yang digunakan. Antara perpustakaan dan perangkat ICT saling melengkapi untuk dapat memberikan layanan informasi kepada masyarakat yang lebih variatif dan kompetitif.
Hasil perpaduan antara perkembangan ICT dengan perpustakaan adalah berubahnya pola perilaku pustakawan dalam memberikan layanan informasi kepada masyarakat. Secara umum perpustakaan yang telah mengaplikasikan perangkat ICT menyebutnya dengan nama perpustakaan digital ataupun perpustakaan virtual, meskipun sebenarnya masih terbatas pada cantuman data bibliografi koleksi yang terdigitalkan.

Konsep Perpustakaan Digital
Tahap awal adanya perpustakaan digital adalah berubahnya sistem kerumahtanggaan kegiatan perpustakaan dari tercetak menjadi elektronis. Perangkat ICT pada mulanya hanya digunakan sebagai pengganti mesin ketik, tetapi perkembangan berikutnya adalah berkembangnya dan terdapat pangkalan data bibliografi koleksi yang merupakan satu kesatuan database koleksi perpustakaan. Pangkalan data bibliografi dapat ditelusur untuk mempercepat proses pencarian koleksi perpustakaan. Tahap selanjutnya adalah berkembangnya sistem otomasi perpustakaan yang lebih menekankan pada proses peminjaman dan pengembalian koleksi perpustakaan. Dalam tahap ini dapat dikatakan sebagai satu kesatuan manajemen sistem informasi perpustakaan. Semua kegiatan perpustakaan dapat diketahui lewat sistem informasi perpustakaan tersebut. Transaksi sirkulasi, input data, input anggota, bebas pustaka, statistik semua kegiatan perpustakaan, proses pencarian koleksi terdapat dalam sistem informasi perpustakaan tersebut. Semua kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan dapat diketahui melalui sistem informasi perpustakaan tersebut. Kemudian tahap terakhir dari perkembangan perpustakaan sekarang ini adalah perpustakaan digital. Pada hakikatnya perpustakaan digital adalah bentuk metamorfosa dari perpustakaan konvensional yang mulanya menyajikan informasi dalam bentuk tercetak menjadi informasi digital. Ini artinya bahwa perpustakaan dapat melakukan kegiatan alih bentuk informasi tercetak menjadi informasi digital dengan berbentuk format fullteks ataupun informasi bibliografi. Format fullteks yang dimaksud disini adalah semua data koleksi informasi dalam bentuk digital, tidak lagi dalam bentuk tercetak.
Lalu bagimana dengan fenomena perpustakaan yang terus berlomba mendigitalkan beberapa koleksi tercetak yang dimiliki agar dapat segera mengakomodasi kepentingan pengguna yang mulai bergeser dari pencarian informasi melalui informasi tercetak menuju sumber-sumber informasi digital melalui teknologi internet? Berbagai perpustakaan dengan koleksi digitalnya mulai menampilkan kelebihan perpustakaan melalui teknologi world wide web (www) untuk akses informasi di internet. Beberapa perpustakaan mulai memberanikan diri dengan menyebut dirinya sebagai perpustakaan digital, meskipun yang dapat dicapai baru sebatas pada perpustakaan hibrida. Artinya perpustakaan tersebut menyajikan layanan informasi dalam bentuk cetak dan dalam betuk digital. Ini yang kemudian disebut sebagai langkah transisi menuju perpustakaan digital yang sebenarnya. Perpustakaan hibrida merupakan jawaban yang tepat bagi perpustakaan yang memberikan layanan informasi tercetak dan layanan informasi digital. Apabila perpustakaan tersebut menyajikan informasi dalam dua kategori yakni informasi tercetak dan informasi digital maka disebut sebagai perpustakaan hibrida, sebaliknya yang disebut sebagai perpustakaan digital adalah perpustakaan yang memiliki koleksi informasi semuannya dalam bentuk digital, bukan lagi tercetak.
Salah satu ciri utama dari perpustakaan digital adalah bagaimana suatu informasi didapatkan dengan mudah didapatkan tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Proses mendapatkan informasi dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Secara umum dampak dari perpustakaan digital bagi kegiatan rutin perpustakaan adalah tersedianya database perpustakaan tentang berbagai macam informasi yang ada dalam perpustakaan digital.
Konsekuensi ini tentunya memerlukan pengelolaan manajemen database perpustakaan digital yang lebih kompleks dan handal. Bagi perpustakaan sendiri database informasi digital tersebut dikelola sedemikian rupa dan merupakan aset informasi dari perpustakaan, sehingga dalam proses temu kembali informasi para pencari informasi dapat dengan mudah mendapatkan informasi tersebut.
Dalam proses temu kembali informasi pun perpustakaan digital tidak terbatas pada satu kesatuan database saja, tatapi perpustakaan dapat mencari informasi diluar perpustakaan itu sendiri (out source), tentunya terdapat jaringan informasi global (network) yang menghubungkan perpustakaan digital satu dengan perpustakaan digital lainnya atau dengan sumber-sumber informasi yang lain. Perpustakaan digital menjalin kerjasama dengan perpustakaan digital lain dalam memberikan layanan yang transparan kepada penggunanya. Akses global perpustakaan digital dan pelayanan informasi menjadi tujuan utama. Yang terjadi selama ini yang telah menyebutnya dengan perpustakaan digital adalah catalog on line, meskipun telah menggunakan teknologi www (internet) tetapi hanya tampilan data bibliografi pustaka semata, tidak fullteksnya.
Pengembangan perpustakaan digital memerlukan kajian komprehensif dari semua aspek kegiatan perpustakaan, meskipun tujuan utamanya adalah memberikan layanan informasi yang tepat dan cepat. Kualitas layanan perpustakaan dari semua kegiatan kerumahtanggan perpustakaan dapat segera diketahui baik oleh lembaga perpustakaan itu sendiri ataupun oleh masyarakat. Sistem informasi perpustakaan digital selalu menggambarkan, merancang dan mengimplementasikan dengan mengunakan proses perkembangan sistematis oleh pengguna terakhir dan informasi tertentu merancang sistem informasi berdasarkan pada analisa kebutuhan informasi dalam organisasi perpustakaan. Jadi, bagian utama dari proses ini adalah mengetahui rancangan dan analisa sistem. Seluruh aktivitas utama dilibatkan dalam siklus perkembangan yang lengkap.
Supriyanto (2008: 85) menjelaskan dalam perancangan sistem perpustakaan digital setidaknya harus berpedoman pada 7 langkah perancangan yang harus diaplikasikan oleh perpustakaan. Pertama adalah harus diketahui terlebih dahulu tentang siklus pengembangan sistem. Pendekatan siklus ini adalah untuk mengetahui perkembangan dari pemecahan sistem informasi, nantinya terdapat banyak proses dan siklus yang timbul. Misalkan siklus pemeriksaan, analisa, rancangan, mengimplementasikan dan pemeliharaan sistem. Kedua adalah pemeriksaan sistem. Pemeriksaan sistem ini meliputi perancangan sistem informasi, studi kelayakan, dan kelayakan suatu sistem. Kelayakan suatu sistem itu sendiri mencakup kelayakan organisasi, kelayakan teknis, kelayakan ekonomi dan kelayakan operasi. Ketiga adalah analisa sistem. Digunakan oleh pengguna akhir sebelum perancangan sistem informasi baru dapat diselesaikan. Produk akhir dari analisa sistem adalah seluruh kebutuhan sistem untuk usulan sistem informasi (ini juga disebut spesifikasi fungsional atau kebutuhan fungsional). Keempat adalah rancangan sistem. Rancangan sistem terdiri dari rancangan pengguna antar muka, rancangan data, rancangan proses, rancangan sistem logika, perancangan sistem fisik. Rancangan sistem ini lebih menekankan pada konsep pengembangan struktur database perpustakaan yang akan dibuat. Kelima adalah keterlibatan unsur pengembang sistem. Unsur pengembang yang dimaksud disini adalah kondisi intern dari organisasi perpustakaan itu sendiri, diantaranya ukuran organiasi, deskripsi tugasnya, relevansi pengalaman, latar belakang pendidikan dalam konsep-konsep proses informasi, peralatan dan teknik. Keenam adalah langkah pengembangan sistem informasi perpustakaan. Dalam langkah ini yang dilakukan adalah pembuatan dan pengembangan software yang akan digunakan dalam perpuatakaan digital. Diperlukan studi banding pada perpustakaan yang telah menggunakan software serupa yang kemudian akan di setup dalam perpuatakaan kita. Pada tahap ini juga harus diperhatikan faktor lain yang tidak kalah penting yakni tentang gambaran umum tentang sistem yang akan digunakan, kelebihan dan kelemahan sistem yang akan digunakan, alternatif solusi yang dapat diterapkan, layanan digital berfungsi menyediakan fasilitas dan bimbingan, dan alokasi biaya. Ketujuh adalah perencanaan pengembangan. Rencana pengembangan perpustakaan digital harus dinyatakan secara jelas dan detail. Rencana pengembangan harus disesuaikan dengan visi dan misi dari perpustakaan, serta adanya dukungan dari stakeholder perpustakaan.
Teknologi Informasi Perpustakaan atau Perpustakaan Teknologi Informasi
            Konsep pengembangan perpustakaan dengan mengaplikasikan teknologi informasi sudah sewajarnya menjadi blue print perpustakaan. Tentu pengembangan perpustakaan tersebut tidak serta merta harus mencapai hasil pada saat itu juga, tatapi memerlukan proses perkembangan dengan memperhatikan berbagia macam faktor baik faktor internal organisasi perpustakaan dan faktor eksternalnya. Yang menjadi permasalahan sekarang ini adalah ketika perpustakaan mengubah pola pelayanan penyajian informasi dari tercetak ke informasi digital perpustakaan belum sepenuhnya mampu mengantisipasi dan mengakomodasi semua kepentingan dari pengguna dan perpustakaan itu sendiri sebagai pihak yang berkompeten dalam menyajikan informasi tersebut. Meskipun berbagai tahapan persiapan telah dilaksanakan baik dari segi software, hardware, brainware dan lingkungan organisasi yang mendukung, tatapi tidak semua komponen tersebut saling mengetahui akan tugas masing-masing. Seringkali perpustakaan dalam hal ini petugas perpustakaan (pustakawan) terjebak pada pola pikir praktis yang lebih mementingkan kemampuan sistem informasi perpustakaan tersebut tanpa mau belajar bagaimana sebenarnya sistem tersebut bisa berjalan. Kurangnya sikap akomodatif terhadap sistem informasi tersebut pun akhirnya menjadi bumerang bagi pelaksanaan layanan perpustakaan. Bahkan apabila terjadi kesalahan sistem informasi perpustakaan, maka layanan perpustakaan akan terhenti karena menunggu perbaikan dari pihak pengembang sistem informasi. Belum lagi ketergantungan terhadap pihak pengembang itu sendiri karena bagaimanapun kehandalan sistem informasi akan selalu memerlukan perawatan berkala dan pustakawan tidak mampu menguasai program tersebut untuk melakukan perbaikan.
            Pustakawan tidak dituntut sebagai programer atau pembuat program tentang sistem informasi perpustakaan tersebut, tetapi hanya dituntut untuk  mau belajar bagaimana sistem informasi tersebut dapat berjalan. Seringkali terjadi kesalahpahaman tentang sistem informasi yang telah di setup diperpustakan tersebut tetapi hasilnya justru kegiatan perpustakaan yang dikendalikan oleh sistem tersebut. Padahal sistem informasi dibuat untuk mendukung kegiatan layanan perpustakaan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya petugas yang menyesuiakan dengan sistem informasi tersebut, bahkan ada rasa ketakutan apabila sistem tersebut berjalan maka akan menghilangkan bidang kerja yang dilakukan oleh pustakawan.
            Timbul pertanyaan apakah penerapan teknologi informasi di perpustakaan dapat meningkatkan kualitas layanan perpustakaan kepada masyarakat? Tentu jawabnya adalah ya. Dengan tren teknologi yang berkembang dan kondisi masyarakat yang peka infomasi, perpustakaan memilki peluang sebagai salah satu sumber informasi favorit pilihan masyarakat. Teknologi informasi perpustakaan menjadi roh dalam setiap kegiatan layanan informasi. Jika sudah demikian maka semua komponen organisasi perpustakaan harus mendukung penggunaan teknologi informasi tersebut. Ketergantungan pada pengembang sistem informasi memang adakalanya menjadi permasalahan tersendiri apabila perpustakaan sudah memutuskan menggunakan software aplikasi tersebut, tetapi sebaiknya pihak perpustakaan yang lebih proaktif dalam memberikan masukan terhadap proses kegiatan sistem informasi perpustakaan. Perpustakaan yang memiliki content informasi sedangkan sistem informasi perpustakaan sebagai sarana semata. Pihak pengembang program dalam hal ini hanya bertindak sebagai  mitra dari perpustakaan bukan yang menentukan arah dari sistem informasi perpustakaan tersebut. Jadi harus digarisbawahi bahwa ketergantungan terhadap tenaga ahli teknologi informasi nantinya akan menghambat proses layanan informasi perpustakaan, tetapi justru sebaliknya perpustakaan yang memegang kendali tentang arah dari layanan sistem informasi tersebut. Perpustakaan dapat mengantisipasi apabila terjadi kesalahan pada sistem informasi dengan menyiapkan tenaga pustakawan yang khusus menangani permasalahan tentang sistem informasi tersebut. Pustakawan tersebut diposisikan sebagai administrator program yang bidang kerjanya hanya melaksanakan monitoring tentang berjalan tidaknya sistem informasi perpustakaan tersebut, bahkan dituntut bisa mengembangkan program tersebut kearah yang lebih baik.
            Memang aplikasi penggunaan perangkat teknologi informasi di perpustakaan memerlukan kerja sama yang luar biasa besar antar komponen yang saling memiliki keterkaitan, baik intern ataupun ekstern. Tetapi apabila antar komponen tersebut saling mendukung maka tujuan dari perpustakaan itu sendiri akan terwujud yakni memberikan layanan informasi kepada masyarakat kapanpun dan dimanapun, tanpa memperhatikan batas ruang dan waktu. Apabila sudah demikian maka perpustakaan teknologi informasi akan segera terwujud. Alasanya adalah content informasi dari perpustakaan tersebut tidak lagi dalam bentuk informasi tercetak tetapi dalam bentuk informasi digital dengan tulang punggung utama adalah teknologi informasi (ICT). Content informasi dari perpustakaan teknologi informasi adalah database digital dari berbagai macam bentuk informasi yang dikehendaki oleh masyakat luas. Dengan tersedianya network internet maka akan lebih mempercepat proses penyebaran informasi kepada masyarakat. Pada tahap perkembangan selanjutnya teknologi informasi perpustakaan merupakan media untuk menciptakan perpustakaan teknologi informasi. Artinya bahwa perpustakaan teknologi informasi merupakan jawaban dari penggunaan perangkat teknologi informasi (ICT) dengan menggunakan network (internet) sebagai tulang punggung kegiatannya. Perpustakaan teknologi informasi memberikan peluang sebesar-besarnya bagi proses pelayanan informasi perpustakaan kepada masyarakat dengan berbagai jenis pelayanan mandiri sesuai kebutuhan masyarakat pengguna.
            Perpustakaan tentu saja perlu menyediakan fasilitas-fasilitas yang berorientasi cyber, seperti hot spot area dengan segala perkakas pendukungnya (tempat khusus akses, listrik, meja kursi, workstation). Layanan perlu dikembangkan untuk memudahkan para pengguna, misalnya perpustakaan menyiapkan petugas untuk membantu users taraf pemula, menambah jam layanan (khusus ruang askes) atau bila mungkin layanan 24 jam nonstop, menciptakan suasana senyaman mungkin, menyediakan ruang khusus untuk minum atau relaksasi sejenak. Sebagai layanan alternatif lain perlu juga disediakan layanan berbagai jurnal maya yang dapat ditelusur dalam ruang perpustakaan.

Tantangan Bagi Pustakawan
Kehadiran perpustakaan digital sebagai sumber informasi dan pengetahuan sudah sewajarnya menjadi tantangan dan harus diakomodasi oleh pustakawan. Tantangan yang nyata adalah bagaimana sikap pustakawan dalam memberikan layanan informasi sebaik mungkin kepada penguna perpustakaan. Pustakawan merupakan penyaji informasi yang memiliki kompetensi dan kapabilitas dalam bidangnya. Tetapi yang harus diperhatikan adalah bagaimana pustakawan harus memberikan informasi secara benar dan tepat kepada masyarakat. Pustakawan harus menseleksi informasi untuk memberikan akses layanan informasi yang betul-betul diperlukan oleh masyarakat. Jika kebijakan yang diambil dalam proses seleksi informasi tersebut mengedepankan pada kepentingan akses untuk pengguna maka proses yang dilakukan oleh pustakawan adalah memberikan pertimbangan masalah nilai ekonomi dari informasi. Setidaknya pustakawan harus memiliki kemampuan tantangan dalam tiga hal yakni: kemampuan mengembangkan layanan perpustakaan digital, kemampuan peka terhadap perkembangan teknologi informasi dan kemampuan menjalin kerja sama dengan stakeholder diluar perpustakaan.
Pustakawan sudah sewajarnya mengembangan layanan perpustakaan digital, yakni dengan jalan selalu meng up grade tren teknologi perpustakaan terkini yang selalu berkembang dinamis. Kemampun pengembangan perpustakaan digital misalnya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan aplikasi dari teknologi informasi dan internet. Sedangkan kemampuan kerja sama dengan pihak-pihak diluar perpustakaan memberi peluang sharing informasi yang menunjang pengembangan perpustakaan digital.

Penutup
Dengan hadirnya perangkat teknologi informasi (ICT) dan kolaborasi serasi dengan internet sebagai salah satu sarana dalam mendapatkan dan memudahkan informasi, maka menciptakan perpustakaan digital dan menunjang  proses kegiatan perpustakaan digital lebih berdaya guna. Berbagai kemudahan dalam menelusur sumber-sumber informasi bisa saling melengkapi dan tentunya kedudukan perpustakaan sebagai sarana sumber informasi dan sarana penyaji informasi akan lebih bermakna bagi masyarakat. Jika sudah demikian kualitas layanan perpustakaan akan meningkat. Browsing informasi outsource, e-mail, reproduksi media teks cetak menjadi data digital menjadi kegiatan rutin bagi perpustakaan digital. Dalam jasa pelayanan informasi perpustakaan digital dapat melayankan kepada pengguna tentang informasi digital yang dimiliki perpustakaan dimanapun dan kapanpun. Pada proses pengolahan koleksi kegiatan reproduksi koleksi tercetak menjadi koleksi digital ataupun melakukan konversi data elektronik menjadi terdigital menjadi tulang punggung kegiatan.
Konsep perpustakaan digital merupakan penjabaran dari perpustakaan masa depan yang pada prinsipnya merupakan perpaduan antara perpustakaan sebagai sumber informasi dengan perangkat teknologi informasi (ICT) yang tujuan utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pengguna untuk mendapatkan informasi dengan cepat dan tepat, dengan pendekatan penelusuran (serching)  yang lebih beragam. Perpustakaan tinggal mengaplikasikan teknologi tersebut dalam kegiatan rutin perpustakaan dengan tujuan utamanya adalah memberikan pelayanan yang cepat kepada pengguna perpustakaan dan masyarakat luas. Siapkah perpustakaan berubah menjadi perpustakaan teknologi informasi?



Daftar Pustaka

Hasugian, Joner. 2000. Penerapan Teknologi Informasi Pada Sistem Kerumahtanggan Perpustakaan Perguruan Tinggi. Marsela. Vol. 2. No 2-3 Agustus

Ma’in M., Abdul. 2005. Teknologi Informasi dalam Sistem Jaringan                               Perpustakaan Perguruan Tinggi. (http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-3.html)

Nurochman, Arif. 2007. Ekonomi Informasi: Refleksi untuk Sumber-sumber Informasi dan Perpustakaan. Media Informasi. Vol.XVI. No. 2.

Setiarso, Bambang. 1997. Penerapan Teknologi Informasi dalam Sistem Dokumentasi dan Perpustakaan. Jakarta: Grasindo.

Subagyo, P. Ari. 2008. Internet, Budaya Baca Baru dan Tantangan Bagi Perpustakaan. Info Persada. Vol. 6/No.1/ Februari

Suksmono AR, Tri. 2008. Perpustakaan Sebagai Supermarket Informasi: Kajian menuju one stop information services. Buletin Perpustakaan Universitas Airlangga. Vol. III No. 1 Januari-Juni

Supriyanto, Wahyu dan Ahmad Muhsin. 2008. Teknologi Informasi Perpustakaan; Strategi Perencanan Perpustakaan Digital. Yogyakarta: Kanisius

Sutarno NS. 2005. Tanggung Jawab Perpustakaan dalam Mengembangkan Masyarakat Informasi. Jakarta: Panta Rei






Perancangan Digital Riset Perikanan Berbasis Repository Management System

 Pendahuluan Perpustakaan perguruan tinggi saat ini berada pada kondisi tidak pasti yang disebabkan oleh adanya wabah virus corona yan...