Oleh :
Naskah lengkap di Prosiding Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia X Mataram Lombok, Perpustakaan Nasional 6-10 November 2017
Pustakawan PII Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto
Alamat E-mail: endahyuninurochman@gmail.com
dan
Karyawan PII Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsoed, Purwokerto
Abstrak:
Perpustakaan digital merupakan objek budaya
baru bagi masyarakat berpengetahuan yang menggantungkan akses informasi yang
bersifat absah untuk proses pengambilan keputusan. Perpustakaan digital merupakan
identitas budaya masyarakat berpengetahuan yang dimulai dari tersedianya akses
informasi yang berfungsi sebagai sumber pengetahuan yang pada akhirnya sebagai
realitas budaya baru sebagai siklus kebijaksanaan masyarakat. Identitas
masyarakat berpengetahuan adalah perpustakaan digital sebagai objek budaya yang
dihasilkan dari proses adaptasi perpustakaan dengan perangkat teknologi
informasi menjadi ciri utama kehidupan sosial budaya masyarakat. Perpustakaan
digital tidak saja sebagai pusat informasi yang memiliki kredibilitas, tetapi
sebagai realitas budaya yang dipengaruhi oleh perangkat jaringan sebagai
identias budaya bagi masyarakat berpengetahuan.
Kata kunci:
Perpustakaan digital, Identitas budaya
Pendahuluan
Milenium ketiga telah membuka cakrawala baru
dalam dunia sosial budaya khususnya terciptanya realitas objek baru yang
disebabkan oleh globalisasi ekonomi dan informasi yang melanda dunia. Di abad
ini ruang kebudayaan semakin luas, objek kebudayaan semakin beraneka ragam,
teknologi kebudayaan semakin tinggi, idiom kebudayaan semakin berbeda satu sama
lain yang mengakibatkan kompleksitas kebudayaan semakin beragam. Kebudayaan
telah berkembang sebagai hasil cipta, rasa dan karya masyarakat yang memiliki
kemampuan adaptasi dengan bermacam fenomena baru yang tidak bisa dihindari oleh
masyarakat. Bagi perpustakaan sebagai realitas budaya pun mengalami
perkembangan yang disebabkan oleh pengaruh internal dan eksternal demi
terciptanya budaya baru yang lebih mapan. Piliang (2010) menjelaskan bahwa
kebudayaan abad 21 berada setidak-tidaknya dalam dua tekanan utama yang dapat
mempengaruhi arah perkembangannya. Tekanan pertama
adalah tekanan ekonomi global (pasar bebas) yang menuntut persaingan teknologi
yang semakin tinggi, serta persaingan dalam idiom-idiom pengungkapan yang
semakin ketat sehingga semakin besar tuntutan akan retorika kebudayaan seperti
yang diperlihatkan oleh kebudayaan postmodernisme.
Kedua adalah tekanan moral/ekologis
terhadap pengikisan lapisan ozon atau pengikisan lapisan moral oleh wacana
ekonomi kapitalisme, menuntut ditingkatkannya kesadaran-kesadaran etis dan
spriritual pada objek-objek kebudayaan khususnya dalam fungsinya sebagai
komoditi. Tekanan ekonomi di satu pihak membuka peluang berkembangnya teknologi
kebudayaan yang semakin canggih. Pasar bebas setidaknya memberikan peluang dan
tantangan akan ide, informasi dan kreativitas yang bersinergi dengan teknologi
sebagai tulang punggung pada abad milenium untuk memenangkan persaingan,
sedangkan tekanan moral sebagai dilema bagi masyarakat apakah akan mengikuti
tren budaya baru ataukah mempertahankan budaya lama dengan berbagai
perubahan-perubahan yang sedang terjadi. Budaya baru seolah sebagai sebuah
komoditi yang harus dikonsumsi sekedar sebagai pencitraan gaya hidup sebagai
kebutuhan utama. Lihatlah gaya hidup anak muda sekarang ini, berbagai tren gaya
hidup berkembang secara cepat tanpa bisa dicegah oleh siapapun.
Apabila dilihat dalam keseharian masyarakat
saat ini, maka berbagai macam fenomena tersebut telah terjadi dan menjadi gaya
hidup yang bersifat umum. Bagaimana atribut gaya hidup tidak lepas dari
penggunaan teknologi informasi, berubahnya tatanan nilai budaya mengikuti
perkembangan budaya baru serta berubahnya perkembangan sosial budaya masyarakat
dari masyarakat agraris, masyarakat industri (modern) dan masyarakat postmodern. Apabila dikaji dari
perspektif sosial tentang perkembangan masyarakat yang lebih menitikberatkan
pada informasi dan teknologi maka, kondisi tersebut layak disebut sebagai
masyarakat postmodern dengan berbagai
fenomena sosial budaya yang menyertainya. Termasuk juga perpustakaan telah
bertrasformasi mengikuti perkembangan sosial masyarakat yang terjadi.
Implementasi perpustakaan digital menjadi penanda bahwa perpustakaan tidak saja
dipandang sebagai lembaga an sich
yang hanya menyajikan koleksi, tetapi perpustakaan merupakan objek kebudayaan
masyarakat postmodern sebagai bagian
dari mata rantai perkembangan ilmu pengetahuan.
Evolusi perpustakaan digital berkembang
mengikuti laju ilmu pengetahuan yang diciptakan untuk memberikan solusi
permasalahan sosial budaya yang dihadapi. Penerapan teknologi informasi di
perpustakaan yang pada mulanya hanya sekedar sebagai sarana untuk mendukung
kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan, namun saat ini berkembang luas sebagai
media deseminasi dan interaksi ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
pengambilan keputusan. Perpustakaan tidak lagi sebagai lembaga penyaji dan
pengolah informasi, tetapi perpustakaan telah bertransformasi sebagai pusat
informasi (information center) yang
melayani masyarakat dengan karakter keabsahan informasi menjadi tujuannya.
Kondisi ini tercipta dari perkembangan sosial masyarakat yang secara kasat mata
menggunakan perangkat teknologi informasi sebagai kebiasaan untuk memenuhi
segala aspek kehidupan. Gambaran nyata penggunaan sarana mobile phone, internet, dunia virtual/maya menjadi fenomena yang
jamak yang digunakan sehari-hari. Keberadaan dunia virtual dalam hal ini tidak
hanya dimaknai sebagai perpanjangan sistem komunikasi antar individu, akan
tetapi perpanjangan tersebut dihampir semua lini kehidupan individu manusia
seperti tindakan, aksi, reaksi dan komunikasi. Masyarakat dapat melaksanakan
berbagai aktivitas baik kegiatan sosial, ekonomi, politik dan lainnya hanya
menggunakan koneksi virtual menggunakan jaringan internet secara realtime diamana pun dan kapanpun.
Mobilitas masyarakat tidak lagi dilaksanakan secara fisik, namun menggunakan
ruang virtual pun dapat dilaksanakan dengan segera. Teknologi budaya,
komunikasi, informasi dan realitas virtual telah merubah kemampuan adaptasi
perpustakaan digital menjadi objek budaya baru yang memiliki tantangan sebagai pusat
informasi ditengah terpaan budaya baru yang memerlukan pemahaman dan sifat
akomodatif lembaga perpustakaan.
Budaya Tanda Digital
Kuatnya
pengaruh teknologi informasi menjadi objek kajian ilmuwan sosial yang memandang
bahwa teknologi sebagai hasil dari objek budaya baru memberikan perubahan.........Naskah lengkap di Prosiding Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia X Mataram Lombok, Perpustakaan Nasional 6-10 November 2017