Tuesday 21 November 2017

Perpustakaan Digital Sebagai Identitas Budaya Masyarakat Berpengetahuan

Oleh :

Endah Yuni Astuti
Pustakawan PII Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Alamat E-mail: endahyuninurochman@gmail.com
dan
Arif Nurochman
Karyawan PII Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsoed, Purwokerto
Alamat E-mail: hatedokdotkom@gmail.com // arif_nur38@yahoo.com




Abstrak:

Perpustakaan digital merupakan objek budaya baru bagi masyarakat berpengetahuan yang menggantungkan akses informasi yang bersifat absah untuk proses pengambilan keputusan. Perpustakaan digital merupakan identitas budaya masyarakat berpengetahuan yang dimulai dari tersedianya akses informasi yang berfungsi sebagai sumber pengetahuan yang pada akhirnya sebagai realitas budaya baru sebagai siklus kebijaksanaan masyarakat. Identitas masyarakat berpengetahuan adalah perpustakaan digital sebagai objek budaya yang dihasilkan dari proses adaptasi perpustakaan dengan perangkat teknologi informasi menjadi ciri utama kehidupan sosial budaya masyarakat. Perpustakaan digital tidak saja sebagai pusat informasi yang memiliki kredibilitas, tetapi sebagai realitas budaya yang dipengaruhi oleh perangkat jaringan sebagai identias budaya bagi masyarakat berpengetahuan.


Kata kunci: Perpustakaan digital, Identitas budaya

 

Pendahuluan
Milenium ketiga telah membuka cakrawala baru dalam dunia sosial budaya khususnya terciptanya realitas objek baru yang disebabkan oleh globalisasi ekonomi dan informasi yang melanda dunia. Di abad ini ruang kebudayaan semakin luas, objek kebudayaan semakin beraneka ragam, teknologi kebudayaan semakin tinggi, idiom kebudayaan semakin berbeda satu sama lain yang mengakibatkan kompleksitas kebudayaan semakin beragam. Kebudayaan telah berkembang sebagai hasil cipta, rasa dan karya masyarakat yang memiliki kemampuan adaptasi dengan bermacam fenomena baru yang tidak bisa dihindari oleh masyarakat. Bagi perpustakaan sebagai realitas budaya pun mengalami perkembangan yang disebabkan oleh pengaruh internal dan eksternal demi terciptanya budaya baru yang lebih mapan. Piliang (2010) menjelaskan bahwa kebudayaan abad 21 berada setidak-tidaknya dalam dua tekanan utama yang dapat mempengaruhi arah perkembangannya. Tekanan pertama adalah tekanan ekonomi global (pasar bebas) yang menuntut persaingan teknologi yang semakin tinggi, serta persaingan dalam idiom-idiom pengungkapan yang semakin ketat sehingga semakin besar tuntutan akan retorika kebudayaan seperti yang diperlihatkan oleh kebudayaan postmodernisme. Kedua adalah tekanan moral/ekologis terhadap pengikisan lapisan ozon atau pengikisan lapisan moral oleh wacana ekonomi kapitalisme, menuntut ditingkatkannya kesadaran-kesadaran etis dan spriritual pada objek-objek kebudayaan khususnya dalam fungsinya sebagai komoditi. Tekanan ekonomi di satu pihak membuka peluang berkembangnya teknologi kebudayaan yang semakin canggih. Pasar bebas setidaknya memberikan peluang dan tantangan akan ide, informasi dan kreativitas yang bersinergi dengan teknologi sebagai tulang punggung pada abad milenium untuk memenangkan persaingan, sedangkan tekanan moral sebagai dilema bagi masyarakat apakah akan mengikuti tren budaya baru ataukah mempertahankan budaya lama dengan berbagai perubahan-perubahan yang sedang terjadi. Budaya baru seolah sebagai sebuah komoditi yang harus dikonsumsi sekedar sebagai pencitraan gaya hidup sebagai kebutuhan utama. Lihatlah gaya hidup anak muda sekarang ini, berbagai tren gaya hidup berkembang secara cepat tanpa bisa dicegah oleh siapapun.

 Apabila dilihat dalam keseharian masyarakat saat ini, maka berbagai macam fenomena tersebut telah terjadi dan menjadi gaya hidup yang bersifat umum. Bagaimana atribut gaya hidup tidak lepas dari penggunaan teknologi informasi, berubahnya tatanan nilai budaya mengikuti perkembangan budaya baru serta berubahnya perkembangan sosial budaya masyarakat dari masyarakat agraris, masyarakat industri (modern) dan masyarakat postmodern. Apabila dikaji dari perspektif sosial tentang perkembangan masyarakat yang lebih menitikberatkan pada informasi dan teknologi maka, kondisi tersebut layak disebut sebagai masyarakat postmodern dengan berbagai fenomena sosial budaya yang menyertainya. Termasuk juga perpustakaan telah bertrasformasi mengikuti perkembangan sosial masyarakat yang terjadi. Implementasi perpustakaan digital menjadi penanda bahwa perpustakaan tidak saja dipandang sebagai lembaga an sich yang hanya menyajikan koleksi, tetapi perpustakaan merupakan objek kebudayaan masyarakat postmodern sebagai bagian dari mata rantai perkembangan ilmu pengetahuan.

 Evolusi perpustakaan digital berkembang mengikuti laju ilmu pengetahuan yang diciptakan untuk memberikan solusi permasalahan sosial budaya yang dihadapi. Penerapan teknologi informasi di perpustakaan yang pada mulanya hanya sekedar sebagai sarana untuk mendukung kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan, namun saat ini berkembang luas sebagai media deseminasi dan interaksi ilmu pengetahuan yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Perpustakaan tidak lagi sebagai lembaga penyaji dan pengolah informasi, tetapi perpustakaan telah bertransformasi sebagai pusat informasi (information center) yang melayani masyarakat dengan karakter keabsahan informasi menjadi tujuannya. Kondisi ini tercipta dari perkembangan sosial masyarakat yang secara kasat mata menggunakan perangkat teknologi informasi sebagai kebiasaan untuk memenuhi segala aspek kehidupan. Gambaran nyata penggunaan sarana mobile phone, internet, dunia virtual/maya menjadi fenomena yang jamak yang digunakan sehari-hari. Keberadaan dunia virtual dalam hal ini tidak hanya dimaknai sebagai perpanjangan sistem komunikasi antar individu, akan tetapi perpanjangan tersebut dihampir semua lini kehidupan individu manusia seperti tindakan, aksi, reaksi dan komunikasi. Masyarakat dapat melaksanakan berbagai aktivitas baik kegiatan sosial, ekonomi, politik dan lainnya hanya menggunakan koneksi virtual menggunakan jaringan internet secara realtime diamana pun dan kapanpun. Mobilitas masyarakat tidak lagi dilaksanakan secara fisik, namun menggunakan ruang virtual pun dapat dilaksanakan dengan segera. Teknologi budaya, komunikasi, informasi dan realitas virtual telah merubah kemampuan adaptasi perpustakaan digital menjadi objek budaya baru yang memiliki tantangan sebagai pusat informasi ditengah terpaan budaya baru yang memerlukan pemahaman dan sifat akomodatif lembaga perpustakaan.

Budaya Tanda Digital
   Kuatnya pengaruh teknologi informasi menjadi objek kajian ilmuwan sosial yang memandang bahwa teknologi sebagai hasil dari objek budaya baru memberikan perubahan.........

Naskah lengkap di Prosiding Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia X Mataram Lombok, Perpustakaan Nasional 6-10 November 2017

Perancangan Digital Riset Perikanan Berbasis Repository Management System

 Pendahuluan Perpustakaan perguruan tinggi saat ini berada pada kondisi tidak pasti yang disebabkan oleh adanya wabah virus corona yan...