Tuesday 20 April 2010

TEKNOLOGI INFORMASI PERPUSTAKAAN VS PERPUSTAKAAN TEKNOLOGI INFORMASI

TEKNOLOGI INFORMASI PERPUSTAKAAN
VS
PERPUSTAKAAN TEKNOLOGI INFORMASI
”Sebuah Kontemplasi Kualitas Layanan Perpustakaan
Menuju Perpustakaan Digital”



Pengantar
Ada sebuah pameo yang berkembang dikalangan masyarakat saat ini, yakni sebuah informasi merupakan sebuah komoditas yang sangat berharga. “information is powers” merupakan keadaan riil untuk menggambarkan betapa kehidupan masyarakat sangat tergantung dari keabsahan sebuah informasi. Bahkan informasi dapat digunakan untuk mencapai kekuasaan dan mempengaruhi pola perilaku masyarakat itu sendiri. Siapa yang menguasai informasi maka dipastikan ia memiliki keunggulan posisi dalam persaingan global (Setiarso, 1997:24). Masih lekat dalam ingatan betapa dengan kemampuan mengolah dan mengelola informasi pemilihan calon presiden Amerika menjadi ajang “perang informasi” antara kandidat yang saling ingin mengalahkan. Informasi menjadi lebih berharga dan berdaya guna karena terdapatnya network antara sumber informasi dan pengguna informasi tanpa adanya gangguan yang menghambat proses penyebaran infomasi tersebut. Hebatnya, informasi memiliki kemampuan berkolaborasi dengan media-media lain yang lebih familier terhadap masyarakat. Kolaborasi serasi ini adalah perangkat teknologi yang memungkinkan kecepatan dan keakuratan informasi menjadi tujuan utama, maka tidak mengherankan kemudian muncul istilah ICT (information & communication  technology). Diantara media ICT ini adalah internet, komputer bahkan handphone. Ibarat fenomena gunung es, penggunaan ICT dan internet merupakan hal yang wajib dilakukan pada kondisi masyarakat sekarang ini. Masyakakat telah jamak mengenal istilah-istilah browsing, chatting, surfing, e-mail, blog dan lain sebagainya. Bahkan apabila ada yang tidak mengenal istilah tersebut maka mereka disebut sebagai ”gaptek” alias gagap teknologi.
Istilah teknologi informasi sering dijumpai, baik dalam media grafik, seperti surat kabar dan majalah, maupun media elektronik, seperti radio dan televisi. Istilah tersebut merupakan gabungan dua istilah dasar yaitu teknologi dan informasi. Teknologi dapat diartikan sebagai pelaksanaan ilmu, sinonim dengan ilmu terapan. Sedangkan pengertian informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun, ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan, pada hakekatnya, informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kegiatan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan dari observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi. Secara simpel, definisi teknologi informasi dapat diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, serta menyebarkan informasi. Definisi tersebut menganggap bahwa teknologi informasi tergantung pada kombinasi komputasi dan teknologi telekomunikasi berbasis mikroelektronik (Ma’in: 2005). Revolusi informasi dengan kemampuan kolaborasi yang luar biasa dengan perangkat ICT tengah melanda lapisan masyarakat saat ini.
Revolusi informasi tersebut pun tengah melanda dunia perpustakaan. Mengapa demikian? Alasanya adalah perpustakaan merupakan salah satu dari sumber informasi yang telah memiliki kapabilitas dan kompetensi tentang arti dari informasi itu sendiri. Perpustakaan memiliki hak untuk mendapatkan, mengolah, memproses serta menyebarkan informasi yang terseleksi dan aktual kepada pengguna perpustakaan ataupun masyarakat luas. Jadi informasi yang dihasilkan oleh perpustakaan adalah informasi yang betul-betul berguna untuk masyarakat. Artinya informasi yang disajikan bukan semata-mata informasi yang biasa-biasa saja tetapi telah melalui tahapan pemrosesan oleh pustakawan yang memiliki kompetensi dalam menyajikan informasi tersebut.
Jika sudah demikian maka sah-sah saja apabila kemudian orientasi hasil dari pengolahan dan pengelolaan informasi tersebut adalah untuk kepentingan pengguna (user oriented). Pengguna adalah target utama dari perpustakaan. Ini dilakukan adalah untuk memberikan layanan yang lebih berkualitas dan lebih baik. Menjadi hal yang penting dilakukan karena kemudahan akses informasi tidak semata-mata dimonopoli oleh perpustakaan, tetapi kondisinya justru sebaliknya. Perpustakaan terkadang kurang memperhatikan pekembangan perilaku dari pencari informasi yang selalu menginginkan layanan yang fleksibel, mudah, cepat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Apabila perpustakaan tidak mengakomodasi revolusi ICT untuk kemudahan layanan perpustakaan yang dirasa cukup menyulitkan bagi sebagian masyarakat, maka dipastikan perpustakaan akan ditinggalkan dan sepi dari aktivitas kunjungan masyarakat.   Bisa dimaklumi apabila masyarakat yang telah terbiasa dengan layanan internet on line misalnya tentunya akan lebih cepat mendapatkan informasi dengan menggunakan mesin pencari (search engine) dari yahoo ataupun dari google daripada harus keperpustakaan. Tentu alasanya adalah kemudahan akses yang diberikan, dengan sekali “klik” jutaan informasi didapatkan, sementara kalau diperpustakaan jawabnya tunggu dulu. Problem seperti ini yang sejatinya sedang melanda layanan perpustakaan. Perpustakaan belum berupaya mengaplikasikan perangkat ICT untuk melakukan kegiatan dalam sistem kerumahtanggaan perpustakaan. Dalam perpustakaan, teknologi informasi biasanya dirtikan sebagai perpaduan antara:
  1. komputer, yang mencakup komponen perangkat keras dan perangkat lunak,
  2. komunikasi data yang memungkinkan komputer yang berdiri sendiri terintegrasi pada jaringan komputer baik lokal maupun internasional,
  3. media penyimpanan dan metode yang merepresentasikan data dengan tujuan untuk memperoleh, mengolah, menyimpan, serta menyampaikan informasi. (Hasugian, Joner, 2000).
Dengan adanya revolusi penggunaan perangkat teknologi informasi diperpustakaan memberi dampak pada perkembangan perpustakaan yang semakin dinamis menyesuaikan dengan tren teknologi yang digunakan. Antara perpustakaan dan perangkat ICT saling melengkapi untuk dapat memberikan layanan informasi kepada masyarakat yang lebih variatif dan kompetitif.
Hasil perpaduan antara perkembangan ICT dengan perpustakaan adalah berubahnya pola perilaku pustakawan dalam memberikan layanan informasi kepada masyarakat. Secara umum perpustakaan yang telah mengaplikasikan perangkat ICT menyebutnya dengan nama perpustakaan digital ataupun perpustakaan virtual, meskipun sebenarnya masih terbatas pada cantuman data bibliografi koleksi yang terdigitalkan.

Konsep Perpustakaan Digital
Tahap awal adanya perpustakaan digital adalah berubahnya sistem kerumahtanggaan kegiatan perpustakaan dari tercetak menjadi elektronis. Perangkat ICT pada mulanya hanya digunakan sebagai pengganti mesin ketik, tetapi perkembangan berikutnya adalah berkembangnya dan terdapat pangkalan data bibliografi koleksi yang merupakan satu kesatuan database koleksi perpustakaan. Pangkalan data bibliografi dapat ditelusur untuk mempercepat proses pencarian koleksi perpustakaan. Tahap selanjutnya adalah berkembangnya sistem otomasi perpustakaan yang lebih menekankan pada proses peminjaman dan pengembalian koleksi perpustakaan. Dalam tahap ini dapat dikatakan sebagai satu kesatuan manajemen sistem informasi perpustakaan. Semua kegiatan perpustakaan dapat diketahui lewat sistem informasi perpustakaan tersebut. Transaksi sirkulasi, input data, input anggota, bebas pustaka, statistik semua kegiatan perpustakaan, proses pencarian koleksi terdapat dalam sistem informasi perpustakaan tersebut. Semua kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan dapat diketahui melalui sistem informasi perpustakaan tersebut. Kemudian tahap terakhir dari perkembangan perpustakaan sekarang ini adalah perpustakaan digital. Pada hakikatnya perpustakaan digital adalah bentuk metamorfosa dari perpustakaan konvensional yang mulanya menyajikan informasi dalam bentuk tercetak menjadi informasi digital. Ini artinya bahwa perpustakaan dapat melakukan kegiatan alih bentuk informasi tercetak menjadi informasi digital dengan berbentuk format fullteks ataupun informasi bibliografi. Format fullteks yang dimaksud disini adalah semua data koleksi informasi dalam bentuk digital, tidak lagi dalam bentuk tercetak.
Lalu bagimana dengan fenomena perpustakaan yang terus berlomba mendigitalkan beberapa koleksi tercetak yang dimiliki agar dapat segera mengakomodasi kepentingan pengguna yang mulai bergeser dari pencarian informasi melalui informasi tercetak menuju sumber-sumber informasi digital melalui teknologi internet? Berbagai perpustakaan dengan koleksi digitalnya mulai menampilkan kelebihan perpustakaan melalui teknologi world wide web (www) untuk akses informasi di internet. Beberapa perpustakaan mulai memberanikan diri dengan menyebut dirinya sebagai perpustakaan digital, meskipun yang dapat dicapai baru sebatas pada perpustakaan hibrida. Artinya perpustakaan tersebut menyajikan layanan informasi dalam bentuk cetak dan dalam betuk digital. Ini yang kemudian disebut sebagai langkah transisi menuju perpustakaan digital yang sebenarnya. Perpustakaan hibrida merupakan jawaban yang tepat bagi perpustakaan yang memberikan layanan informasi tercetak dan layanan informasi digital. Apabila perpustakaan tersebut menyajikan informasi dalam dua kategori yakni informasi tercetak dan informasi digital maka disebut sebagai perpustakaan hibrida, sebaliknya yang disebut sebagai perpustakaan digital adalah perpustakaan yang memiliki koleksi informasi semuannya dalam bentuk digital, bukan lagi tercetak.
Salah satu ciri utama dari perpustakaan digital adalah bagaimana suatu informasi didapatkan dengan mudah didapatkan tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Proses mendapatkan informasi dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Secara umum dampak dari perpustakaan digital bagi kegiatan rutin perpustakaan adalah tersedianya database perpustakaan tentang berbagai macam informasi yang ada dalam perpustakaan digital.
Konsekuensi ini tentunya memerlukan pengelolaan manajemen database perpustakaan digital yang lebih kompleks dan handal. Bagi perpustakaan sendiri database informasi digital tersebut dikelola sedemikian rupa dan merupakan aset informasi dari perpustakaan, sehingga dalam proses temu kembali informasi para pencari informasi dapat dengan mudah mendapatkan informasi tersebut.
Dalam proses temu kembali informasi pun perpustakaan digital tidak terbatas pada satu kesatuan database saja, tatapi perpustakaan dapat mencari informasi diluar perpustakaan itu sendiri (out source), tentunya terdapat jaringan informasi global (network) yang menghubungkan perpustakaan digital satu dengan perpustakaan digital lainnya atau dengan sumber-sumber informasi yang lain. Perpustakaan digital menjalin kerjasama dengan perpustakaan digital lain dalam memberikan layanan yang transparan kepada penggunanya. Akses global perpustakaan digital dan pelayanan informasi menjadi tujuan utama. Yang terjadi selama ini yang telah menyebutnya dengan perpustakaan digital adalah catalog on line, meskipun telah menggunakan teknologi www (internet) tetapi hanya tampilan data bibliografi pustaka semata, tidak fullteksnya.
Pengembangan perpustakaan digital memerlukan kajian komprehensif dari semua aspek kegiatan perpustakaan, meskipun tujuan utamanya adalah memberikan layanan informasi yang tepat dan cepat. Kualitas layanan perpustakaan dari semua kegiatan kerumahtanggan perpustakaan dapat segera diketahui baik oleh lembaga perpustakaan itu sendiri ataupun oleh masyarakat. Sistem informasi perpustakaan digital selalu menggambarkan, merancang dan mengimplementasikan dengan mengunakan proses perkembangan sistematis oleh pengguna terakhir dan informasi tertentu merancang sistem informasi berdasarkan pada analisa kebutuhan informasi dalam organisasi perpustakaan. Jadi, bagian utama dari proses ini adalah mengetahui rancangan dan analisa sistem. Seluruh aktivitas utama dilibatkan dalam siklus perkembangan yang lengkap.
Supriyanto (2008: 85) menjelaskan dalam perancangan sistem perpustakaan digital setidaknya harus berpedoman pada 7 langkah perancangan yang harus diaplikasikan oleh perpustakaan. Pertama adalah harus diketahui terlebih dahulu tentang siklus pengembangan sistem. Pendekatan siklus ini adalah untuk mengetahui perkembangan dari pemecahan sistem informasi, nantinya terdapat banyak proses dan siklus yang timbul. Misalkan siklus pemeriksaan, analisa, rancangan, mengimplementasikan dan pemeliharaan sistem. Kedua adalah pemeriksaan sistem. Pemeriksaan sistem ini meliputi perancangan sistem informasi, studi kelayakan, dan kelayakan suatu sistem. Kelayakan suatu sistem itu sendiri mencakup kelayakan organisasi, kelayakan teknis, kelayakan ekonomi dan kelayakan operasi. Ketiga adalah analisa sistem. Digunakan oleh pengguna akhir sebelum perancangan sistem informasi baru dapat diselesaikan. Produk akhir dari analisa sistem adalah seluruh kebutuhan sistem untuk usulan sistem informasi (ini juga disebut spesifikasi fungsional atau kebutuhan fungsional). Keempat adalah rancangan sistem. Rancangan sistem terdiri dari rancangan pengguna antar muka, rancangan data, rancangan proses, rancangan sistem logika, perancangan sistem fisik. Rancangan sistem ini lebih menekankan pada konsep pengembangan struktur database perpustakaan yang akan dibuat. Kelima adalah keterlibatan unsur pengembang sistem. Unsur pengembang yang dimaksud disini adalah kondisi intern dari organisasi perpustakaan itu sendiri, diantaranya ukuran organiasi, deskripsi tugasnya, relevansi pengalaman, latar belakang pendidikan dalam konsep-konsep proses informasi, peralatan dan teknik. Keenam adalah langkah pengembangan sistem informasi perpustakaan. Dalam langkah ini yang dilakukan adalah pembuatan dan pengembangan software yang akan digunakan dalam perpuatakaan digital. Diperlukan studi banding pada perpustakaan yang telah menggunakan software serupa yang kemudian akan di setup dalam perpuatakaan kita. Pada tahap ini juga harus diperhatikan faktor lain yang tidak kalah penting yakni tentang gambaran umum tentang sistem yang akan digunakan, kelebihan dan kelemahan sistem yang akan digunakan, alternatif solusi yang dapat diterapkan, layanan digital berfungsi menyediakan fasilitas dan bimbingan, dan alokasi biaya. Ketujuh adalah perencanaan pengembangan. Rencana pengembangan perpustakaan digital harus dinyatakan secara jelas dan detail. Rencana pengembangan harus disesuaikan dengan visi dan misi dari perpustakaan, serta adanya dukungan dari stakeholder perpustakaan.
Teknologi Informasi Perpustakaan atau Perpustakaan Teknologi Informasi
            Konsep pengembangan perpustakaan dengan mengaplikasikan teknologi informasi sudah sewajarnya menjadi blue print perpustakaan. Tentu pengembangan perpustakaan tersebut tidak serta merta harus mencapai hasil pada saat itu juga, tatapi memerlukan proses perkembangan dengan memperhatikan berbagia macam faktor baik faktor internal organisasi perpustakaan dan faktor eksternalnya. Yang menjadi permasalahan sekarang ini adalah ketika perpustakaan mengubah pola pelayanan penyajian informasi dari tercetak ke informasi digital perpustakaan belum sepenuhnya mampu mengantisipasi dan mengakomodasi semua kepentingan dari pengguna dan perpustakaan itu sendiri sebagai pihak yang berkompeten dalam menyajikan informasi tersebut. Meskipun berbagai tahapan persiapan telah dilaksanakan baik dari segi software, hardware, brainware dan lingkungan organisasi yang mendukung, tatapi tidak semua komponen tersebut saling mengetahui akan tugas masing-masing. Seringkali perpustakaan dalam hal ini petugas perpustakaan (pustakawan) terjebak pada pola pikir praktis yang lebih mementingkan kemampuan sistem informasi perpustakaan tersebut tanpa mau belajar bagaimana sebenarnya sistem tersebut bisa berjalan. Kurangnya sikap akomodatif terhadap sistem informasi tersebut pun akhirnya menjadi bumerang bagi pelaksanaan layanan perpustakaan. Bahkan apabila terjadi kesalahan sistem informasi perpustakaan, maka layanan perpustakaan akan terhenti karena menunggu perbaikan dari pihak pengembang sistem informasi. Belum lagi ketergantungan terhadap pihak pengembang itu sendiri karena bagaimanapun kehandalan sistem informasi akan selalu memerlukan perawatan berkala dan pustakawan tidak mampu menguasai program tersebut untuk melakukan perbaikan.
            Pustakawan tidak dituntut sebagai programer atau pembuat program tentang sistem informasi perpustakaan tersebut, tetapi hanya dituntut untuk  mau belajar bagaimana sistem informasi tersebut dapat berjalan. Seringkali terjadi kesalahpahaman tentang sistem informasi yang telah di setup diperpustakan tersebut tetapi hasilnya justru kegiatan perpustakaan yang dikendalikan oleh sistem tersebut. Padahal sistem informasi dibuat untuk mendukung kegiatan layanan perpustakaan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya petugas yang menyesuiakan dengan sistem informasi tersebut, bahkan ada rasa ketakutan apabila sistem tersebut berjalan maka akan menghilangkan bidang kerja yang dilakukan oleh pustakawan.
            Timbul pertanyaan apakah penerapan teknologi informasi di perpustakaan dapat meningkatkan kualitas layanan perpustakaan kepada masyarakat? Tentu jawabnya adalah ya. Dengan tren teknologi yang berkembang dan kondisi masyarakat yang peka infomasi, perpustakaan memilki peluang sebagai salah satu sumber informasi favorit pilihan masyarakat. Teknologi informasi perpustakaan menjadi roh dalam setiap kegiatan layanan informasi. Jika sudah demikian maka semua komponen organisasi perpustakaan harus mendukung penggunaan teknologi informasi tersebut. Ketergantungan pada pengembang sistem informasi memang adakalanya menjadi permasalahan tersendiri apabila perpustakaan sudah memutuskan menggunakan software aplikasi tersebut, tetapi sebaiknya pihak perpustakaan yang lebih proaktif dalam memberikan masukan terhadap proses kegiatan sistem informasi perpustakaan. Perpustakaan yang memiliki content informasi sedangkan sistem informasi perpustakaan sebagai sarana semata. Pihak pengembang program dalam hal ini hanya bertindak sebagai  mitra dari perpustakaan bukan yang menentukan arah dari sistem informasi perpustakaan tersebut. Jadi harus digarisbawahi bahwa ketergantungan terhadap tenaga ahli teknologi informasi nantinya akan menghambat proses layanan informasi perpustakaan, tetapi justru sebaliknya perpustakaan yang memegang kendali tentang arah dari layanan sistem informasi tersebut. Perpustakaan dapat mengantisipasi apabila terjadi kesalahan pada sistem informasi dengan menyiapkan tenaga pustakawan yang khusus menangani permasalahan tentang sistem informasi tersebut. Pustakawan tersebut diposisikan sebagai administrator program yang bidang kerjanya hanya melaksanakan monitoring tentang berjalan tidaknya sistem informasi perpustakaan tersebut, bahkan dituntut bisa mengembangkan program tersebut kearah yang lebih baik.
            Memang aplikasi penggunaan perangkat teknologi informasi di perpustakaan memerlukan kerja sama yang luar biasa besar antar komponen yang saling memiliki keterkaitan, baik intern ataupun ekstern. Tetapi apabila antar komponen tersebut saling mendukung maka tujuan dari perpustakaan itu sendiri akan terwujud yakni memberikan layanan informasi kepada masyarakat kapanpun dan dimanapun, tanpa memperhatikan batas ruang dan waktu. Apabila sudah demikian maka perpustakaan teknologi informasi akan segera terwujud. Alasanya adalah content informasi dari perpustakaan tersebut tidak lagi dalam bentuk informasi tercetak tetapi dalam bentuk informasi digital dengan tulang punggung utama adalah teknologi informasi (ICT). Content informasi dari perpustakaan teknologi informasi adalah database digital dari berbagai macam bentuk informasi yang dikehendaki oleh masyakat luas. Dengan tersedianya network internet maka akan lebih mempercepat proses penyebaran informasi kepada masyarakat. Pada tahap perkembangan selanjutnya teknologi informasi perpustakaan merupakan media untuk menciptakan perpustakaan teknologi informasi. Artinya bahwa perpustakaan teknologi informasi merupakan jawaban dari penggunaan perangkat teknologi informasi (ICT) dengan menggunakan network (internet) sebagai tulang punggung kegiatannya. Perpustakaan teknologi informasi memberikan peluang sebesar-besarnya bagi proses pelayanan informasi perpustakaan kepada masyarakat dengan berbagai jenis pelayanan mandiri sesuai kebutuhan masyarakat pengguna.
            Perpustakaan tentu saja perlu menyediakan fasilitas-fasilitas yang berorientasi cyber, seperti hot spot area dengan segala perkakas pendukungnya (tempat khusus akses, listrik, meja kursi, workstation). Layanan perlu dikembangkan untuk memudahkan para pengguna, misalnya perpustakaan menyiapkan petugas untuk membantu users taraf pemula, menambah jam layanan (khusus ruang askes) atau bila mungkin layanan 24 jam nonstop, menciptakan suasana senyaman mungkin, menyediakan ruang khusus untuk minum atau relaksasi sejenak. Sebagai layanan alternatif lain perlu juga disediakan layanan berbagai jurnal maya yang dapat ditelusur dalam ruang perpustakaan.

Tantangan Bagi Pustakawan
Kehadiran perpustakaan digital sebagai sumber informasi dan pengetahuan sudah sewajarnya menjadi tantangan dan harus diakomodasi oleh pustakawan. Tantangan yang nyata adalah bagaimana sikap pustakawan dalam memberikan layanan informasi sebaik mungkin kepada penguna perpustakaan. Pustakawan merupakan penyaji informasi yang memiliki kompetensi dan kapabilitas dalam bidangnya. Tetapi yang harus diperhatikan adalah bagaimana pustakawan harus memberikan informasi secara benar dan tepat kepada masyarakat. Pustakawan harus menseleksi informasi untuk memberikan akses layanan informasi yang betul-betul diperlukan oleh masyarakat. Jika kebijakan yang diambil dalam proses seleksi informasi tersebut mengedepankan pada kepentingan akses untuk pengguna maka proses yang dilakukan oleh pustakawan adalah memberikan pertimbangan masalah nilai ekonomi dari informasi. Setidaknya pustakawan harus memiliki kemampuan tantangan dalam tiga hal yakni: kemampuan mengembangkan layanan perpustakaan digital, kemampuan peka terhadap perkembangan teknologi informasi dan kemampuan menjalin kerja sama dengan stakeholder diluar perpustakaan.
Pustakawan sudah sewajarnya mengembangan layanan perpustakaan digital, yakni dengan jalan selalu meng up grade tren teknologi perpustakaan terkini yang selalu berkembang dinamis. Kemampun pengembangan perpustakaan digital misalnya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan aplikasi dari teknologi informasi dan internet. Sedangkan kemampuan kerja sama dengan pihak-pihak diluar perpustakaan memberi peluang sharing informasi yang menunjang pengembangan perpustakaan digital.

Penutup
Dengan hadirnya perangkat teknologi informasi (ICT) dan kolaborasi serasi dengan internet sebagai salah satu sarana dalam mendapatkan dan memudahkan informasi, maka menciptakan perpustakaan digital dan menunjang  proses kegiatan perpustakaan digital lebih berdaya guna. Berbagai kemudahan dalam menelusur sumber-sumber informasi bisa saling melengkapi dan tentunya kedudukan perpustakaan sebagai sarana sumber informasi dan sarana penyaji informasi akan lebih bermakna bagi masyarakat. Jika sudah demikian kualitas layanan perpustakaan akan meningkat. Browsing informasi outsource, e-mail, reproduksi media teks cetak menjadi data digital menjadi kegiatan rutin bagi perpustakaan digital. Dalam jasa pelayanan informasi perpustakaan digital dapat melayankan kepada pengguna tentang informasi digital yang dimiliki perpustakaan dimanapun dan kapanpun. Pada proses pengolahan koleksi kegiatan reproduksi koleksi tercetak menjadi koleksi digital ataupun melakukan konversi data elektronik menjadi terdigital menjadi tulang punggung kegiatan.
Konsep perpustakaan digital merupakan penjabaran dari perpustakaan masa depan yang pada prinsipnya merupakan perpaduan antara perpustakaan sebagai sumber informasi dengan perangkat teknologi informasi (ICT) yang tujuan utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pengguna untuk mendapatkan informasi dengan cepat dan tepat, dengan pendekatan penelusuran (serching)  yang lebih beragam. Perpustakaan tinggal mengaplikasikan teknologi tersebut dalam kegiatan rutin perpustakaan dengan tujuan utamanya adalah memberikan pelayanan yang cepat kepada pengguna perpustakaan dan masyarakat luas. Siapkah perpustakaan berubah menjadi perpustakaan teknologi informasi?



Daftar Pustaka

Hasugian, Joner. 2000. Penerapan Teknologi Informasi Pada Sistem Kerumahtanggan Perpustakaan Perguruan Tinggi. Marsela. Vol. 2. No 2-3 Agustus

Ma’in M., Abdul. 2005. Teknologi Informasi dalam Sistem Jaringan                               Perpustakaan Perguruan Tinggi. (http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-3.html)

Nurochman, Arif. 2007. Ekonomi Informasi: Refleksi untuk Sumber-sumber Informasi dan Perpustakaan. Media Informasi. Vol.XVI. No. 2.

Setiarso, Bambang. 1997. Penerapan Teknologi Informasi dalam Sistem Dokumentasi dan Perpustakaan. Jakarta: Grasindo.

Subagyo, P. Ari. 2008. Internet, Budaya Baca Baru dan Tantangan Bagi Perpustakaan. Info Persada. Vol. 6/No.1/ Februari

Suksmono AR, Tri. 2008. Perpustakaan Sebagai Supermarket Informasi: Kajian menuju one stop information services. Buletin Perpustakaan Universitas Airlangga. Vol. III No. 1 Januari-Juni

Supriyanto, Wahyu dan Ahmad Muhsin. 2008. Teknologi Informasi Perpustakaan; Strategi Perencanan Perpustakaan Digital. Yogyakarta: Kanisius

Sutarno NS. 2005. Tanggung Jawab Perpustakaan dalam Mengembangkan Masyarakat Informasi. Jakarta: Panta Rei






Perancangan Digital Riset Perikanan Berbasis Repository Management System

 Pendahuluan Perpustakaan perguruan tinggi saat ini berada pada kondisi tidak pasti yang disebabkan oleh adanya wabah virus corona yan...