Kreatifitas, Kesederhanaan
dengan SLIMS
Hukum alam yang
terjadi dikehidupan manusia memang berjalan dengan keajegan, namum demikian
manusia ternyata dituntut untuk tidak pernah menyerah dan dituntut untuk
merubah kemauan menjadi keberhasilan dengan menggunakan “pusaka” berupa
kreatifitas dan pembelajaran, trial and
error. Tentu proses pembelajaran yang biasa terlihat hasilnya berupa
selembar sertifikat keahlian yang didapatkan dari lembaga formal dan lembaga
informal, namun demikan manusia yang memiliki akal pikir yang paling sempurna
dituntut untuk memberikan perubahan dengan akal pikiran tersebut.
Keadaan tersebut
berlaku juga didunia perpustakaan yang memerlukan manusia yang berdedikasi,
jujur, kreatif, saleh dan sekaligus sebagai seorang teladan. Ya pustakawan
dituntut untuk kreatif ditengah keterbatasan dan kesederhanan, namun dengan
masih memiliki dedikasi terhadap pekerjaan yang menurut sebagian masyarakat
masih dipandang sebagai profesi yang kesekian. Meskipun perpustakaan memiliki
payung hukum dengan adanya UU no 43 tahun 2007, tentang perpustakaan akan tetapi
tetap saja tidak menjamin perpustakaan dan profesi pustakawan disegani
dikalangan masyarakat luas. Sebagai contoh perpustakaan sekolah akan terasa
bermakna apabila ada kegaitan lomba perpustakaan sekolah sebagai syarat
mengikuti bermacam kegaiatan yang dilaksanakan oleh dinas pendidikan, selesai
lomba maka selesai pula hiruk-pikuk mempersiapkaan layanan perpustakaan yang
ideal dengan berbagai macam criteria formalitas yang tidak mencerminkan hakekat
dari perpustakaan itu sendiri, perpustakaan perguruan tinggi akan terasa ramai
kunjungan mahasiswanya apabila ada deadline
harus menyelesaikan tugas akhir mahasiswa,
begitu pentingnya perpustakaan kampus apabila mahasiswa tersebut akan
lulus. Mahasiswa beranggapan perpustakaan kampus hanya sebatas museum buku yang
koleksinya jadul dan out off date.
Mereka biasa menyelesaikan tugas dengan bertanya kepada Prof.Google dan Prof.Yahoo
yang lebih fleksibel, kapanpun dan dimanapun, tanpa harus terbatas pada jam
layanan dan jumlah koleksi yang terbatas. Toh dengan ketik keyword dan satu enter berjuta
informasi tersedia dilayar monitor.
Sama halnya
dengan perpustakaan umum, akan bermakna apabila terdapat kegiatan pada saat
bulan gemar membaca dan bulan berkunjung keperpustakaan. Ada geliat peningkatan
mutu layanan apabila ada sidak dari pejabat yang mau meluangkan waktu
berkunjung ke perpustakaan umum, setelah itu yang terdapat adalah kesunyian dan
kesepian.
Memang berbagai
cara untuk meningkatkan layanan perpustakaan kepada masyarakat mulai
digencarkan oleh semua pihak seperti pustakawan, stakeholder, pejabat public dan kalangan artis. Saling bahu-membahu
mencipatakan formula untuk meningkatkan citra perpustakaan dan pustakawan
sebagai mitra pembelajaran sepanjang hayat. Sebagai contoh dikalangan
perpustakaan sekolah misalnya dengan mengadakan acara belajar bersama dengan
guru sebagai fasilitator dibantu oleh tenaga perpustakaan memberikan
pembelajaran dengan menggunakan koleksi yang ada diperpustakaan baik media buku
dan media elektronik, pemberian hadiah kepada siswa yang sering pinjam buku
diperpustakaan sekolah pun sebagai senjata ampuh agar perpustakaan lebih
bermakna bagi siswa. Dikalangan perpustakaan perguruan tinggi semua civitas
akademika diwajibkan sebagai anggota perpustakaan dengan berbagai fasilitas
keinformasian untuk proses peningkatan belajar mengajar, penambahan jam
layanan, penelusuran dengan menggunakan perangkat teknologi informasi, wifi area, bahkan sarana mobile kapanpun dan dimanapun disediakan
oleh perpustakaan kampus, untuk memanjakan pemustaka memanfaatkan layanan
perpustakaan.
Perpustakaan
umum membuat terobosan dengan menjalin kerjasama dengan berbagai macam penerbit
dan perusahaan dalam bentuk pameran buku dan pameran pendidikan, penambahan jam
layanan, layanan pesan dan antar koleksi perpustakaan, sarana bermain,
kafetaria, layanan perpustakaan keliling dan lain sebagainya dengan tujuan
untuk meningkatkan layanan mutu perpustakaan. Jika sudah demikian maka
perpustakaan sebagai sarana pembelajaran alternative masyarakat yang murah,
kredibel dan ramah.
Kreatif, sederhana dengan SLIMS
“Tidak ada kata sepi bagi layanan
perpustakaan, yang ada adalah menghilangkan kesepian dengan kreatif dan
dedikatif”, setidaknya kalimat tersebut yang mengilhami perpustakaan
sekolah merubah paradigma perpustakaan sebagai bagian dari lembaga pendidikan
yakni sekolah dasar. Perpustakaan sekolah dimanapun selalu mendapatkan problem
klasik berupa minimnya fasilitas sarana prasarana, koleksi, tenaga, manajemen
dan tentunnya dana pengembangan perpustakaan. Perpustakaan akan bermakna kalau
saja sekolah tersebut mendapatkan dana hibah dari pemerintah berupa DAK (dana
alokasi khusus) dan Bos (bantuan opreasional sekolah) yang dikhususkan untuk
kepentingan pengembangan perpustakaan sekolah, itu pun hanya “logika proyek”
yang sampai ke perpustakaan. Bisa kita lihat dari hasil proyek tersebut yang
tidak sesuai dengan kepentingan perpustakaan, dari kondisi rak yang tidak
sesuai standar perpustakaan, penambahan koleksi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan siswa, serta fasilitas TI yang menuntut “ketergantungan” kepada pihak
ketiga yang tentunya memberatkan bagi perpustakaan sekolah.
Namun
dengan adanya keterbatasan tersebut memunculkan ide kreatifitas dengan
memanfaatkan seperangkat computer untuk memaksimalkan layanan perpustakaan
sekolah dasar. 1 unit PC dan printer sebagai lokomotif “meramahkan perpustakaan”
dengan basis perpustakaan teknologi informasi, hanya saja keterbatasan sdm
rupanya yang cukup menghambat pengembangan perpustakaan sekolah. Mau tidak mau harus belajar mengasah kemampuan otak kepada
orang yang ahli dibidangnya dan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. Hingga ahirnya
menemukan program otomasi perpustakaan yang cocok untuk pengembangan
perpustakaan sekolah.
Sebelum
menemukan program aplikasi otomasi perpustakaan sekolah, perpustakaan
menggunakan program aplikasi “satu paket” dengan perangkat keras hibah dari
dana alokasi khusus, namun yang memberatkan adalah konsultasi pengembangan
lebih lanjut yang memerlukan “rupiah” yang tidak sedikit, terlebih program
aplikasi tersebut kurang familier dengan petugas perpustakaan sekolah. Akhirnya
dengan pemberitahuan dari seorang kawan, berubah mencoba menggunakan aplikasi
opensource senayan library automation system (SLIMS). Program aplikasi tersebut
diaplikasikan diperpustakaan sekolah dasar tanpa “rupiah”, legal dan sangat
mudah. Mulai dari manajemen koleksi, layanan sirkulasi, penelusuran OPAC, statistic
dan sarana backup data yang fleksibel, dan yang lebih utama adalah support terhadap
computer bekas, terdapat teknologi barcode dan bisa dimanfaatkan oleh beberapa computer
melalui jaringan LAN (local area network).
Pekerjaan
pertama membenahi perpustakaan sekolah dasar tersebut adalah mencocokan nomor
inventaris dengan mengefikskan secara manual dan secara system computer, karena
ini sangatlah penting sebagai laporan pengembangan jumlah koleksi kepada kepala
sekolah. Inventaris manual dicacat dibuku inventaris, dan yang elektronik
dengan menmasukan data (inputting) data koleksi ke senayan, dengan hasil output
berupa, nomor barcode yang langsung ditempel di masing-masing buku sesuai
dengan judul dan nomor inventarisnya, sambil menyelam minum air pencetakan
label buku dan kartu anggota perpustakaan pun tinggal klik saja.
Semua
koleksi sebagian besar masuk dalam database
computer dengan aplikasi senayan, dan kepala sekolahpun rupanya tertarik
untuk mengembangkan perpustakaan sekolah tersebut. Rupanya perpustakaan harus
membuat proposal pengembangan dengan memanfaatkan teknologi informasi, (wong
indomaret saja pake otomasi, kok perpus kalah dengan mereka). Proposal pengembangan
dibuat dengan meminta bantuan “kawan” berupa pengadaan 2 komputer, kabel
jaringan, HUB 8 port, barcode redaer dan perkakas listrik (bukan dari PLN). Dengan
didampingi sikawan itu menghadap kepala sekolah dan kepala sekolah “mengIAKAN”
proposal tersebut dengan sedikit perubahan bahan yang sekiranya beli “second”
saja, mengingat dana abadi BOS belum turun.
Alhamdullilah
kini perpustakaan tersebut telah tersedia 3 unit personal computer yang saya sulap menjadi (SERVER+peminjaman,
pengembalian, dan opac) dengan menggunakan teknologi jaringan LAN Local dan
1 barcode reader. Yang membanggakan bagi perpustakaan tersebut computer tersebut
adalah computer “second” eks warnet yang kondisinya sedang “sakit”, tetapi
sekarang sudah diopname dan kembali sehat. Ketiga computer tersebut saling
bahu-membahu menyelesaikan pekerjaan rumah perpustakaan yang hampir 70% selesai
dengan menggunakan otomasi senayan.
Sekarang
perpustakaan sekolah dasar kami telah sejajar dengan perpustakaan perguruan
tinggi dengan menggunakan tekonogi informasi sebagai tulang punggung layanan
perpustakaan, investasi pegembangan perpustakaan sekolah dasar hanya berupa
perangkat hadware “second” dan menggunakan software legal, bebas, kreatif
berupa senayan library otomation system (SLIMS), dengan tetap memberikan
dedikasi kepada pengembangan perpustakaan pada umumnya.